This is default featured slide 1 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

This is default featured slide 2 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

This is default featured slide 3 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

This is default featured slide 4 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

This is default featured slide 5 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

Monday 29 December 2008

Memaknai Tahun Baru Hijriyah
Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan hendaklah setiap diri memperhatikan apa yang telah diperbuatnya untuk hari esok (akhirat); dan bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha mengetahui apa yang kamu kerjakan. (QS. Al-Hasyr: 18). Ini adalah ayat yang sering dibaca oleh para khatib, dengan maksud untuk mengajak orang-orang melakukan evaluasi diri (muhasabah), agar menjadi lebih baik pada masa yang akan datang.
Memang, sebagai muslim sudah seharusnya kita senantiasa melakukan evaluasi diri, yang bisa kita lakukan setiap saat, harian, pekanan, bulanan, tahunan dan seterusnya. Umar bin Al Khatthab radhiyallahu ’anhu berkata, ”Hisablah dirimu sebelum kamu dihisab dan timbanglah amalmu sebelum kamu ditimbang nanti dan bersiap-siaplah untuk hari menghadap yang paling besar (hari menghadap Allah).” “Pada hari itu kamu dihadapkan (kepada Tuhanmu), tiada sesuatupun dari keadaanmu yang tersembunyi (bagi Allah).” (QS Al-Haaqqah : 18)
Memasuki tahun baru 1429 hijriyah, hendaknya kita mengevaluasi apa saja yang telah kita lakukan setahun yang lalu. Kesalahan-kesalahan apa sajakah yang telah kita lakukan dan tidak boleh kita ulangi lagi tahun ini? Prestasi-prestasi apakah yang telah kita raih dan harus kita pertahankan bahkan kita tingkatkan tahun ini? Evaluasi semacam ini penting untuk kita lakukan agar kita tidak melewati tahun demi tahun secara datar-datar saja, tanpa ada prestasi-prestasi baru yang bisa kita ukir.
Ambillah Pelajaran
Kita semua melihat dengan mata kepala kita sendiri betapa banyak bencana yang menimpa bangsa kita di penghujung tahun 1428 hijriyah. Bahkan sebagian dari bencana-bencana itu terus berlanjut hingga hari ini. Sebagai orang yang beriman, hendaknya kita mengambil pelajaran (ibrah) dari datangnya semua bencana tersebut. Kita harus sadar bahwa tidaklah satupun dari bencana-bencana itu terjadi kecuali akibat ulah tangan-tangan kita sendiri. Bencana-bencana yang menimpa kita bisa jadi merupakan adzab dari Allah yang layak kita terima, akibat kesalahan-kesalahan yang kita lakukan. Kesalahan-kesalahan itu bisa jadi dalam bentuk tindakan-tindakan kita yang melanggar sunnatullah al-kauniyah, seperti kesalahan dalam mengelola dan memperlakukan lingkungan. Bisa jadi juga dalam bentuk tindakan-tindakan kita yang melanggar syariat Allah, seperti meninggalkan kewajiban-kewajiban agama dan melakukan berbagai bentuk kemaksiatan. “Telah nampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena perbuatan tangan manusia, supaya Allah membuat mereka merasakan sebagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar).” (QS. Ar Rum : 41).
Jika semua bencana ini adzab, kita juga harus sadar bahwa semua ini sebetulnya hanya sebagian kecil saja dari yang semestinya kita terima, hanya saja rahmat Allah masih jauh lebih luas daripada siksa-Nya. “Dan kalau sekiranya Allah hendak menyiksa manusia sesuai dengan perbuatan jahatnya, niscaya Dia tidak akan menyisakan di atas permukaan bumi satupun mahluk melata, akan tetapi Allah menangguhkan (penyiksaan) mereka, sampai waktu yang tertentu; maka apabila datang ketentuan ajal mereka, maka sesungguhnya Allah Maha melihat (keadaan) hamba-hamba-Nya.” (QS. Faathir : 45).
Bisa jadi pula, bencana-bencana yang menimpa kita merupakan peringatan dari Allah agar kita sadar dan kembali kepada-Nya. Untuk itu, marilah kesempatan waktu yang masih diberikan oleh Allah betul-betul kita manfaatkan untuk bertaubat dan memperbaiki diri. Jangan sampai kita menunggu sampai Allah mencabut masa penangguhan yang Dia diberikan atau sampai Dia memberikan peringatan yang lebih keras lagi! Na’udzu billahi min dzalik.
Tegakkan Amar Makruf Nahi Munkar
Kita mungkin bertanya-tanya, bagaimana mungkin di negeri yang populasi muslimnya terbesar di dunia ini berbagai bentuk kemaksiatan bisa merajalela. Sebetulnya, salah satu jawabannya adalah lemahnya semangat dan usaha dakwah serta amar makruf nahi munkar di tengah masyarakat. Padahal umat ini adalah umat dakwah, dimana usaha dakwah seharusnya ditunaikan oleh setiap individu muslim sesuai dengan kemampuan masing-masing. Oleh karenanya mari kita tingkatkan aktivitas dakwah yang berorientasi pada pembinaan generasi umat dan pencegahan serta pemberantasan kemunkaran di muka bumi. Allah swt berfirman, “Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang makruf dan mencegah dari yang munkar; merekalah orang-orang yang beruntung.” (QS. Ali Imran: 104). Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Barang siapa diantara kamu melihat suatu kemunkaran, maka hendaklah ia mengubahnya dengan tangannya, jika tidak mampu maka dengan lisannya, jika tidak mampu pula, maka dengan hatinya, dan itu adalah selemah-lemahnya iman.” (HR. Muslim)
Tunjukkan Jati Diri
Sebagai muslim, setiap kita hendaknya bangga dengan keislaman kita. Hal ini bisa kita wujudkan dengan cara menunjukkan jati diri keislaman kita. Salah satu diantaranya adalah dengan lebih mengutamakan penggunaan kalender hijriyah sebagai salah satu identitas umat pengikut Rasulullah Muhammad shallallahu ’alaihi wasallam. Apalagi saat ini, kalender hijriyah seolah-olah sudah tidak begitu diperhatikan oleh kebanyakan umat Islam. Buktinya, tidak banyak orang Islam yang hafal dengan baik nama-nama dan urutan bulan dalam kalender hijriyah. Ini tentu saja ironi yang tidak selayaknya terjadi.
“Katakanlah: ‘Hai ahli kitab, marilah (berpegang) kepada suatu kalimat (ketetapan) yang tidak ada perselisihan antara kami dan kamu, bahwa tidak kita sembah kecuali Allah dan tidak kita persekutukan Dia dengan sesuatupun dan tidak (pula) sebagian kita menjadikan sebagian yang lain sebagai Tuhan selain Allah.’ Jika mereka berpaling, maka katakanlah kepada mereka : ‘Saksikanlah, bahwa kami adalah orang-orang Islam (yang berserah diri kepada Allah)”. (QS. Ali Imran : 64)
“Siapakah yang lebih baik perkataannya daripada orang yang menyeru kepada Allah, mengerjakan amal yang saleh, dan berkata  : ‘Sesungguhnya aku termasuk orang-orang Islam (yang berserah diri)?” (QS. Fushshilat : 33)
Penggal terakhir dari kedua ayat diatas menegaskan bahwa kita harus menunjukkan keislaman kita, dan tidak sebaliknya merasa minder dan menutup-nutupi keislaman kita. Menggunakan kalender hijriyah adalah salah satu bukti bahwa kita bangga dengan keislaman kita.
Hijrahkan Diri
Tahun baru hijriyah mengingatkan kita pada peristiwa hijrah Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam. Ketika itu beliau melakukan hijrah dari Mekkah ke Madinah untuk mendapatkan lingkungan yang lebih baik bagi tumbuh berkembangnya agama Islam. Oleh karena itu, memasuki tahun baru hijriyah ini marilah kita berhijrah. Tentu saja hijrah yang kita lakukan saat ini tidak bisa sama dengan yang telah dilakukan oleh Nabi. Yang bisa kita lakukan saat ini adalah menghijrahkan diri dengan sebenar-benarnya dari segala bentuk keburukan menuju kebaikan, dari kemaksiatan menuju ketaatan, dari kebid’ahan menuju kesunnahan, dari kejahiliyahan menuju totalitas Islam dan dari kegelapan memperturutkan hawa nafsu menuju cahaya terang keikhlasan dalam menggapai ridha Allah. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Orang muslim adalah orang yang tidak mengganggu orang muslim lain baik dengan lidah maupun tangannya, dan orang yang hijrah itu adalah orang yang hijrah meninggalkan hal-hal yang dilarang oleh Allah.” (HR. Bukhari dan Muslim). Wallahu a’lam bish-shawab.
www.ikadijatim.org

Tuesday 23 December 2008

KEPUTUSAN PERAYAAN NATAL BERSAMA
KOMISI FATWA DEWAN MEJELIS ULAMA INDONESIA :

Memperhatikan bahwa Ajaran – ajaran agama islam, antara lain :
1. Bahwa ummat islam diperbolehkan untuk bekerja sama dan bergaul dengan ummat agama – agama lain dalam masalah – masalah yang berhubungan dengan masalah keduniaan.
2. Bahwa ummat islam tidak boleh mencampuradukkan aqidah dan peribadatan agamanya dengan aqidah dan peribadataab agama lain
3. Bahwa ummat islam harus mengakui kenabian dan kerasulan Isa Al Masih bin Maryam sebagaimana pengakuan mereka kepada para Nabi dan Rosul yang lain
4. Bahwa barangsiapa berkeyakinan bahwa Tuhan itu lebih daripada satu, Tuhan itu mempunyai anak Isa Al Masih itu anaknya, maka orang itu kafir dan musyrik
5. Bahwa Allah pada hari kiamat nanti akan menanyakan Isa, apakah dia waktu di dunia menyuruh kaumnya, agar mereka mengakui Isa dan Ibunya (Maryam) sebagai Tuhan. Isa menjawab “Tidak”
6. Islam mengajarkan bahwa Allah SWT itu hanya satu.
7. Islam mengajarkan kepada ummatnya untuk menjauhkan diri dari hal – hal yang syubhat dan dari larangan Allah SWT serta untuk mendahulukan menolak kerusakan daripada menarik kemaslahatan

Maka Majelis Ulama Indonesia memutuskan :
MEMFATWAKAN :
1. Perayaan Natal di Indonesia meskipun tujuannya merayakan dan menghormati Nabi Isa AS. Akan tetapi Natal itu tidak dapat dipisahkan dari soal – soal yang diterangkan di atas
2. Mengikuti upacara Natal bersama bagi ummat islam hukumnya HARAM
3. Agar ummat islam tidak terjerumus kepada syubhat dan larangan Allah SWT dianjurkan untuk tidak mengikuti kagiatan – kegiatan Natal

Jakarta, 1 Jumadil Awal 1401 H/ 7 Maret 1981 M

Wednesday 3 December 2008

IDHUL ADHA

Oleh : M. FARID ANWAR

Sesungguhnya Kami telah memberikan kepadamu nikmat yang banyak. Maka dirikanlah shalat karena Tuhanmu; dan berkorbanlah[*].Sesungguhnya orang-orang yang membenci kamu Dialah yang terputus[**]. (QS. Al – Kautsar : 1 - 3)
[*] Yang dimaksud berkorban di sini ialah menyembelih hewan Qurban dan mensyukuri nikmat Allah.
[**] Maksudnya terputus di sini ialah terputus dari rahmat Allah.

Idul Adha atau Hari raya Qurban, merupakan ulangan peristiwa berasal dari ketulusan dan pengerbonan dua hamba Allah Sang Utusan. Ismail dan Nabi Ibrahim ‘alaihissalam.
“Kami abadikan untuk Ibrahim itu (pujian yang baik) di kalangan orang-orang yang datang Kemudian” (QS. Ash – Shaaffat : 108)

MUARA SEJARAH
Nabi Ibrahim as sebagai seorang Nabi sangat membutuhkan seorang penerus. Oleh karena itu, beliau selalu memohon agar dikaruniai seorang anak putra yang sholeh. Dalam berdo’a beliau tidak sekedar meminta seorang putra, namun dilengkapi pula dengan presikat sholeh. Do’a ini perlu dan bisa diamalkan dalam keseharian agar kelak orangtua tidak mengalami kesulitan dalam mengasuh dan membesarkan. Lebih – lebih kelak agar bermanfaat bagi kehidupan.
“Ya Tuhanku, anugrahkanlah kepadaku (seorang anak) yang Termasuk orang-orang yang saleh.” (QS. Ash – Shaaffat : 100)

UJIAN DATANG
Dalam menapaki hidup tidak mesti selalu mulus dan menyenangkan, termasuk Nabi Ibrahim as. Setelah do’anya dikabulkan dan terlahir seorang putra nan rupawan (Ismail) dengan penampilan akhlaq yang menawan. Selalu taat dan patuh pada orangtua dan tekun ibadahnya dalam keseharian.
“Maka Kami beri Dia khabar gembira dengan seorang anak yang Amat sabar[*].”
[*] Yang dimaksud ialah Nabi Ismail a.s. (QS. Ash – Shaaffat : 101)
Ketika Ismail tumbuh dewasa, ujianpun tiba. Nabi Ibrahim as diperintah untuk menyembelihnya lewat wahyu berupa mimpi yang diterimanya.
“ Maka tatkala anak itu sampai (pada umur sanggup) berusaha bersama-sama Ibrahim, Ibrahim berkata: "Hai anakku Sesungguhnya aku melihat dalam mimpi bahwa aku menyembelihmu. Maka fikirkanlah apa pendapatmu!" ia menjawab: "Hai bapakku, kerjakanlah apa yang diperintahkan kepadamu; insya Allah kamu akan mendapatiku Termasuk orang-orang yang sabar". “(QS. Ash – Shaaffat : 102)
Dengan tabah keduanya melaksanakan perintah kerena datangnya jelas dari perintah Allah Ta’ala. Walau mungkin agak berar dirasa, namun itulah bukti iman dan taqwa. Lebih mengutamakan kesabaran dan ketaatan semata kepada Sang Kholik penciptaNya.
“Tatkala keduanya telah berserah diri dan Ibrahim membaringkan anaknya atas pelipis(nya), (nyatalah kesabaran keduanya ). dan Kami panggillah dia: "Hai Ibrahim” (QS. Ash – Shaaffat : 103-104)

BERKAT TAAT DAN SABAR UJIANPUN TERLEWATKAN
Berkat keikhlasan dan kesabaran, ujian nan berat terlewatkan. Ternyata perintah penyembelihan yang diperintahkan, hanya merupakan test ketaatan dalam menepis kecintaan terhadap hal – hal yang menjadikan hati terlampau cinta terhadap kebendaan.
“Sesungguhnya kamu telah membenarkan mimpi itu[*] Sesungguhnya Demikianlah Kami memberi Balasan kepada orang-orang yang berbuat baik. Sesungguhnya ini benar-benar suatu ujian yang nyata. Dan Kami tebus anak itu dengan seekor sembelihan yang besar[**].” (QS. Ash – Shaaffat : 105-107)
[*] Yang dimaksud dengan membenarkan mimpi ialah mempercayai bahwa mimpi itu benar dari Allah s.w.t. dan wajib melaksana- kannya.
[**] Sesudah nyata kesabaran dan ketaatan Ibrahim dan Ismail a.s. Maka Allah melarang menyembelih Ismail dan untuk meneruskan korban, Allah menggantinya dengan seekor sembelihan (kambing). Peristiwa ini menjadi dasar disyariatkannya Qurban yang dilakukan pada hari raya haji.

PERINTAH PENYEMBELIAHAN DIBAKUKAN
Dari ketauladanan Nabi Ibrahim, perintah penyembelihan dilanjutkan untuk umat kemudian. Qurban merupakan tanda kecintaan kepada Allah. Apapun yang menjadi kecintaan, bila perintah Allah dating, maka harus diutamakan. Walau nafsu terasa berat untuk melaksanakan. Nafsu kebendaan perlu ditekan dan dikendalikan agar jiwa menjadi sehat dan tanggap pada lingkungan.
“Kami abadikan untuk Ibrahim itu (pujian yang baik) di kalangan orang-orang yang datang Kemudian, (yaitu)"Kesejahteraan dilimpahkan atas Ibrahim".”
(QS. Ash – Shaaffat : 108-109)
Pada ayat pembuka jelas Allah mengingatkan, betapa banyak kenikmatan dicurahkan oleh Allah Yang Maha Rohman, tiada terbilang dan sulit diperhitungkan. Maka perintah sholat dan berqurbanpun difirmankan seiring sejalan. Ini artinya bila sholat sudah ditunaikan, ia harus sanggup dan mengiringinya dengan melepaskan kekikiran / kebatilan yang merupakan penyakit jiwa yang dikendalikan setan. Penyakit yang sangat merugikan bagi kehidupan insane, sehingga jiwanya terasa sempit dan tertekan karena larut dalam kekikiran.

ANCAMAN BAGI YANG TIDAK BERQURBAN
Begitu sinisnya Nabi SAW terhadap orang yang mampu namun tak melaksanakan Qurban. Sehingga beliau mengecam dan melarang untuk mendekati musholla. Ini pertanda beliau SAW dangat tidak suka kepada orang berjiwa bahil alias terlampau cinta pada harta.
Dari Abu Hurairah ra katanya : Rasulullah SAW bersabda, “Barangsiapa mampu berqurban, tetapi tidak mau berqurban, maka janganlah mendekati mushollaku”.
(HR. Ahmad dan Ibnu Majah, dishahihkan oleh Al-Hakim)

QURBAN DISYARIATKAN TIAP TAHUN
Ada yang salah pengertian dikira qurban hanya diperintahkan satu kali seumur hidup. Ini pemahaman yang perlu diluruskan. Qurban disyariatkan tiap tahun bagi yang mampu, karena ia merupakan rangkaian peribadatan Idul Adha.
Rasulullah SAW bersabda :
“Barangsiapa yang menyembelih sebelum sholat, maka sesungguhnya ia menyembelih untuk dirinya. Dan siapa yang menyembelih setelah sholat dan dua khutbah, sungguh ibadahnya ia telah sempurnakan dan ia mendapat sunnah kaum muslimin”
(HR. Bukhori dan Muslim)

SEEKOR KAMBING UNTUK SEKELUARGA
“Pada Zaman Rasulullah orang berqurban dengan seekor domba untuknya dan untuk keluarga seisi rumahnya. Mereka memakan dan mereka berikan kepada orang lain sampai manusia merasa senang (lega), sehingga mereka menjadi seperti yang kau lihat.”
(HR. Ibnu Majah dan Tirmidzi)
Jadi Qurban secara urunan yang dilaksanakan pada murid disekolahan pada hakekatnya bukan qurban sebenarnya. Namun ini baik dalam rangkah mendidik anak – anak agar kelak ingat dan dapat melaksanakan Qurban.


SATU EKOR SAPI UNTUK 7 ORANG
Diriwayatkan oleh Jabir, berkata :
“Kami menyembelih Qurban bersama dengan Nabi di Hudaibiah, seekor untuk tujuh orang, begitu juga sapi” (HR. Muslim Abu daud dan At Trimidzi)

HEWAN QURBAN HARUS SEHAT TAK TERCELA
Qurban harus dilaksanakan secara sempurna, termasuk dalam memilih ternak Qurban.
Dari Barra’ bin Azib ra berkata, Rasulullah SAW berdiri diantara kami dan bersabda, “Empat jenis (binatang) yang tidak boleh dijadikan Qurban :
1. Yang buta sebelah matanya 2. Yang positif sakit 3. Yang positif pincang 4. Yang sudah tua dan sudah tiada bersumsum “
(HR. Ahmad dan Imam yang empat serta dishahihkan oleh At Tirmidzi dan Ibnu Hibban)

ALLAH TIDAK BUTUH DAGING QURBAN NAMUN KETAQWAAN
Tuntunan agama islam berbeda dengan agama lain, Hasil Qurban tidak dipersembahkan kepada Tuhan, namun untuk dibagikan kepada yang membutuhkan. Disini kelebihan dari ajaran islam, bukti ketaqwaanlah yang jadi acuan.

“Daging-daging unta dan darahnya itu sekali-kali tidak dapat mencapai (keridhaan) Allah, tetapi Ketakwaan dari kamulah yang dapat mencapainya. Demikianlah Allah telah menundukkannya untuk kamu supaya kamu mengagungkan Allah terhadap hidayah-Nya kepada kamu. dan berilah kabar gembira kepada orang-orang yang berbuat baik.” (QS. Al – Hajj : 37 )

PUASA ARAFAH 9 DZULHIJJAH
Dalam rangkaian hari raya Qurban, ada tuntunan yang mengirinya yakni puasa arafah yang dilaksanakan pada tanggal 9 Dzulhijjah. Walaupun sunnah hukumnya mari menunaikannya, karena besar keutamaannya.

Dari Abi Qatadah, ia memberitakan bahwa Rasulullah SAW ditanya tentang puasa hari arafah, meka beliau menjawab itu melebur dosa –dosa yang telah lalu dan yang akan datang. (HR. Muslim )

WAKTU PENYEMBELIAN
Pada umumnya banyak yang menyangka, bahwa waktu penyembelian hanya 10 Dzulhijjah, seusai sholat idul adha saja, Padahal masih ada waktu lagi yakni pada hari tasyrik : 11,12,13 Dzulhijjah. Semoga kita dikaruniai rizki oleh Allah agar dapat melaksanakan Qurban tiap tahun Amin
BERLOMBA – LOMBA UNTUK KEBAIKAN (AKHIRAT)

“Sesungguhnya orang yang berbakti itu benar-benar berada dalam kenikmatan yang besar (syurga),Mereka (duduk) di atas dipan-dipan sambil memandang.Kamu dapat mengetahui dari wajah mereka.kesenangan mereka yang penuh kenikmatan.Mereka diberi minum dari khamar murni yang dilak (tempatnya),laknya adalah kesturi; dan untuk yang demikian itu hendaknya orang berlomba-lomba.” (QS. Muthaffifin : 22 - 26)

Merupakan kecenderungan manusia bahwa ia ingin unggul atas orang lain dan berada pada posisi yang lebih tinggi atau lebih baik dalam kehidupannya. Jika kecenderungan ini tidak diarahkan, maka manusia cenderung melampiaskannya dalam urusan dunia dengan menghalalkan segala cara. Ayat ini ingin memberi gambaran tentang semangat berlomba yang benar yang ditunjukkan oleh orang – orang Abrar dalam urusan akhirat. Makanya secara korelatif, ayat di atas merupakan jawaban dan arahan Allah agar potensi dan semangat untuk mengungguli orang lain hendaknya diarahkan pada urusan akhirat. Dimana sebelumnya di awal surah Al-Muthaffifin, Allah menggambarkan semangat berlomba – lomba yang ditunjukkan oleh orang – orang yang curang dalam urusan dunia sampai mereka tega berlaku culas dan menzalimi orang lain demi meraih keuntungan yang besar. Allah mengancam perilaku mereka dengan kecelakaan yang besar. “Kecelakaan besarlah bagi orang – orang yang curang (yaitu) orang – orang yang apabila menerima takaran dari orang lain mereka minta dipenuhi dan apabila mereka menakar atau menimbang untuk orang lain, mereka mengurangi”
(Al – Muthaffifin : 1-3)

Berdasarkan analisa maknanya, ayat ini menurut Ibnu Katsir senada dengan dua ayat lainnya dalam al-Qur’an, yaitu firman Allah yang bermaksud : “Ini adalah suatu hari yang bermanfaat bagi orang – orang yang benar kebenaran mereka. Bagi mereka surga yang di bawahnya mengalir sungai – sungai; mereka kekal di dalamnya selama – lamanya; Allah ridha terhadapNya. Itulah keberuntungan yang paling besar”
(Al-Maidah : 119)
Kedua ayat ini menunjukkan bahwa keberuntungan dan kemengan yang besar adalah dengan meraih surga Allah SWT. Dan hanya untuk meraih penghargaan itu, manusia memanga diperintahkan untuk berlomba – lomba.
Menurut Ath-Thabari, sifat berlomba dalam urusan akhirat merupakan sifat puncak dan tertinggi dari orang- orang yang berbakti (Al-Abrar). Ia menjelaskan dalam tafsirnya, “Dan untuk meraih kenikmatan yang dicapai oleh orang – orang Abrar seperti yang digambarkan dalam ayat ini, hendaklah manusia berlomba – lomba. Dan berlomba tentunya dalam hal – hal yang bernilai dan berharga, bukan dalam urusan yang kecil atau sepele. Dan itulah asal arti kata “Al-Muthaffifin” yang berasal dari kata “nafis” yang hal yang bernilai dan berharga dan sangat menarik dan dikejar oleh manusia. Makanya Muhammad Abduh menarik kesimpulan bahwa untuk kenikmatan yang tidak terhingga tersebut manusia sepatutnya tidak boleh mengala dan harus berusaha lebih baik dan lebih dahulu dari orang lain.
Berdasarkan analisa bahasa menurut Al-Lusi, didahulukannya objek “Dan untuk yang demikian itu” atas perintah berlomba – lomba adalah untuk menarik perhatian atau sebagai batasan bahwa hanya untuk urusan akhirat hendaknya orang – orang itu berlomba – lomba, tidak untuk urusan yang lainnya. Apalagi perintah dalam ayat ini – menurut Ibnu Asyur – menggunakan “Lamul Amr” (huruf lam yang menunjukkan perintah) yang tidak digunakan kecuali untuk perintah yang sangat dituntut dan dianjurkan.

Secara hukum berdasarkan objeknya menurut Ibnu Hajar dalam Fathul Bari, berlomba – lomba dapat dibagi menjadi tiga :
• Pertama, berlomba yang terpuji, yaitu dalam urusan amal ketaatan (Akhirat)
• Kedua, berlomba yang tercela, dalam urusan kemaksiatan
• Kegita, berlomba yang dibenarkan, yaitu dalam hal – hal yang mubah
Dan memang perintah untuk berlomba – lomba dalam kebaikan merupakan benteng dari perilaku berlomba – lomba dalam kemaksiatan dan urusan dunia, karena demikian kecenderungan manusia akan berlomba mengejar kenikmatan dunia yang menggiurkan seperti yang dikwatirkan oleh Rasulullah SAW dalam hadistnya, “Bukanlah kefakiran yang sangat aku kwatirkan terjadi pada kalian, tetapi aku sangan khwatir jika (kemewahan,kesenangan) dunia dibentangkan luas atas kalian, kemudian karenanya kalian berlomba – lomba untuk meraihnya sepertimana yang pernah terjadi pada orang – orang sebelum kalian. Maka akhirnya kalian binasa sebagaimana mereka juga binasa karenanya” (HR Bukhori dan Muslim)

Pada realitasnya menurut Sayyid Qutb, tidak ada kebaikan sedikitpun pada tindakan dan perilaku berlomba – lomba dalam usaha mengejar dunia, bahkan sebaliknya justru akan menimbulkan konflik, kerusakan dan huru hara di atas bumi ini, sedangkan sebaliknya, berlomba – lomba untuk meraih apa yang disediakan Allah SWT akan mampu mengangkat dan membersihkan diri manusia. Karena bagaimanapun kenikmatan dunia itu hanya berlangsung sesaat dan sangat cepat sirna. Manakala apa yang ada di sisi Allah akan kekal dan berlangsung tanpa batas. “Apa yang di sisimu akan lenyap, dan apa yang ada di sisi Allah adalah kekal. Dan sesungguhnya Kami akan memberi balasan kepada orang – orang yang sabar dengan pahala yang lebih baik dari apa yang telah mereka kerjakan” (QS. An-Nahl : 96)
Pada tataran aplikasinya, ayat di atas dan ayat yang semakna dengannya merupakan motivasi terbesar bagi para sahabat dalam menjalankan ketaatan kepada Allah SWT sehingga mereka senantiasa berlomba dan ingin lebih dahulu melakukan kebaikan dibanding saudaranya yang lain. Sebut saja misalnya Abu Bakar dan Umat bin Khattab ra. Ketika pada suatu hari Rasulullah SAW meminta para sahabatnya untuk menginfaqkan apa yang dimilikinya dari harta, makanan dan senjata yang bisa dimanfaatkan dalam perang. Maka spontan Umar bin Khattab berkata kepada dirinya, “Demi Allah, saya akan mendahului Abu Bakar dalam kebaikan ini” Umar yakin bahwa dirinya menginfakkan lebih baik dari Abu Bakar, kemudian ia membagikan hartanya menjadi dua bagian; satu bagian untuk keluarganya dan satu bagian lagi diserahkan untuk keluarganya dan satu lagi diserahkan untuk Rasulullah SAW. Rasulullah tersenyum bangga melihat perilaku sahabatnya dan memujinya. Namun tidak berapa lama kemudian, datanglah Abu Bakar dengan membawa seluruh hartanya, Rasulullah tersenyum bangga seraya bertanya kepadanya, “Lantas apa yang engkau sisakan untuk keluargamu ?” Dengan yakin dan penuh Tawakkal, Abu Bakar menjawab,”saya tinggalkan untuk mereka Allah dan RosulNya”. Demikianlah sikap orang – orang Abrar dari para sahabat Rasulullah SAW yang terkemuka.Allah memuji mereka dalam firmanNya : “Dan orang – orang yang beriman paling dahulu. Mereka itulah yang didekatkan kepada Allah. Berada dalam jannah kenikmatan. Segolongan besar dari orang – orang yang terdahulu, dan segolongan kecil dari orang – orang yang kemudian” (QS. Al- Waqi’ah : 10-14) Demikianlah berlomba –lomba untuk meraih surga Allah adalah dengan bersegera melakukan kebaikan dan ketaatan, karena setiap muslim memang dituntut untuk berpacu membuka pintu – pintu kebaikan dan ketaatan kepada Allah SWT.

Dr. Ahmad Asy-syirbhasi menuturkan tadabburnya terhadap ayat di atas dalam bukunya “Mausu’at Akhlaqul Qur’an” bahwa sekarang ini manusia cenderung bangga dan berlomba agar lebih kaya dari orang lain, lebih kuat, atau lebih tinggi kedudukannya daripada orang lain dan seterusnya. Mereka terus berbangga dan mengejar urusan duniawi dan hal – hal yang terbatas lainnya dengan penuh kesungguhan dan usaha yang maksimal. Padahal berbangga dengan hal – hal seperti ini sangat jauh dari kebenaran dan bertentangan dengan sikap orang – orang Abarar yang mendapat pujian Allah SWT dan diabadikan kisahnya untuk dijadikan teladan. Saatnya untuk menjadikan ayat di atas dan petunjuk Allah lainnya sebagai motivasi untuk berlomba meraih kenikmatan yang terbesar dengan ikut menjadi peserta yang terdepan dalam setiap ajang lomba kebaikan yang dianjurkan oleh Allah dan RasulNya. Semoga implementasi ayat tersebut di atas mewarnai setiap langkah kehidupan agar terhindar dari perlombaan meraih kenikmatan duniawi yang cenderung mengabaikan orang lain dan terkadang merampas hak – hak mereka.