This is default featured slide 1 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

This is default featured slide 2 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

This is default featured slide 3 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

This is default featured slide 4 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

This is default featured slide 5 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

Tuesday, 29 July 2008

Kegagalan Jangan Membuatmu Berputus Asa

Maasyiral muslimin rakhimakumullah!
Allah swt telah berfirman: Alladziina qaala lahumunnaasu innannaasa qad jama’uu lakum fakhsauhum fazaadahum iimaana wa qaaluu hasbunallaahu wa ni’mal wakiil. Fanqalabuu bini’matim minallaahi wa fadhlin lam yamsashum suu-un wat taba’uu ridlwaanallaahi wallaahu dzuu fadzlin ‘adziim. Innamaa dzaalikumus syaithaanu yukhawwifu auliyaa-ah falaa takhaafuhum wa khaafuuni inkuntum mukminin. (yaitu) orang-orang yang mentaati Allah dan Rasul yang kepada mereka ada orang-orang yang mengatakan, “Sesungguhnya manusia telah mengumpulkan pasukan untuk menyerang kamu, karena itu takutlah kepada mereka,” maka perkataan itu menambah keimanan mereka dan mereka menjawab, “Cukuplah Allah menjadi penolong kami dan Allah adalah sebaik-baik pelindung. Maka mereka kembali dengan ni’mat dan karunia (yang besar) dari Allah, mereka tidak mendapat bencana apa-apa, mereka mengikuti keridhoaan Allah, Dan Allah mempunyai karunia yang besar. Sesungguhnya mereka itu tidak lain hanyalah syaithon yang menakut-nakuti (kamu) dengan kawan-kawannya (orang-orang musyrik Qurays) karena itu janganlah kamu takut kepada mereka, tetapi takutlah kepada-Ku jika kamu benar-benar orang yang beriman.

Maasyiral muslimin rakhimakumullah!
Seusai perang Uhud pada tahun ke-3 hijrah dan kaum muslimin telah mendapatkan apa yang mereka dapatkan, Abu Sufyan pemimpin kaum musyrik berseru kepada Rasulullah: “Ya Muhammad, jika engkau mau, maka tempat pertemuan kita selanjutnya adalah Badar.” Rasulullah saw. pun menjawab: “Ya, insya Allah ta’ala.”
Setiba di Madinah Rasulullah saw. kemudian merasa khawatir dan takut kalau-kalau orang musyrik datang ke Madinah untuk menyempurnakan kemenangan mereka. Menyikapai hal ini Rasulullah saw. lantas memanggil para sahabatnya agar segera keluar
dibelakang musuh. Beliau juga memerintahkan agar yang menyertai dirinya hanyalah yang ikut dalam satu peperangan saja. Para sahabatpun menyambut perintah itu dengan penuh kekuatan diri dan kebulatan tekad setelah mereka mendapatkan luka dan mereka terus berjalan hingga akhirnya mereka sampai sebuah tempat yang disebut dengan Hamra’ al-Asad.

Apa yang dikhawatirkan Rasulullah terbukti. Orang-orang musyrik tengah mempersiapkan diri mereka menuju Madinah Munawwarah. Namun, manakala mereka mengetahui bahwa Nabi telah keluar dari Madinah menuju Makkah dan mengira yang datang bersama Rasulullah adalah orang yang tidak ikut dalam perang sebelumnya Dan Allah memberikan rasa takut kepada hati meraka, maka merekapun bergegas kembali menuju Makkah .
Maasyiral muslimin rakhimakumullah!

Ketika Rasulullah saw. berada di Hamra’ al-Asad beliau menangkap seorang penyair yang bernama Abi Izzah. Abi Izzah ini seringkali mencela Rasulullah saw. dengan syair-syairnya dan memberi semangat kaum musyrikin untuk melawan kaum muslimin.
Rasulullah akhirnya memberikan kebaikan kepadanya, manakala terjadi perjanjian dengan Rasulullah bahwa dia tidak akan lagi melantunkan syair yang memberi semanagat kaum musyrikin untuk membunuh kaum muslimin. Namun Abi Izzah melanggar janji ini. Maka Rasulullah memerintahkan agar Abi Izzah dibunuh. Abi Izzah lalu bertawassul kepada Rasulullah saw agar memberikan kebaikan kepada dirinya sekali lagi. Rasulullah saw. menjawab: “Tidak demi Allah, Janganlah kau bersihkan kedua pipimu dengan Ka’bah. Engkau telah menipu Muhammad dua kali. Seorang mukmin tidak terjerumus ke dalam lubang yang sama dua kali.” Perang di Hamra al-Asad diangggap sebagai jawaban atas apa yang diperoleh kaum muslimin dalam perang Uhud.
Maasyiral muslimin rakhimakumullah!

Peristiwa diatas adalah pelajaran yang jelas dan gamblang bagi kaum muslimin dalam segala kondisi tidak tertipu oleh aktivitas kaum munafik, musyrik dan orang yang melanggar perjanjian. Seorang mukmin hendaknya tidak terjerumus kedalam sebuah lubang yang sama dua kali.

Maasyiral muslimin rakhimakumullah!
Dalam perang Badar, Abu Sufyan berupaya menangguhkan pasukan kaum muslimin dan melakukan perang urat syaraf, namun upaya ini menemui kegagalan.
Kaum muslimin terus datang ke Badar dengan senantiasa melantunkan, “Hasbunallaahu wa ni’mal wakiil (Cukuplah Allah menjadi penolong kami dan Allah adalah sebaik-baik pelindung). maka bertambahlah keimanan orang mukmin. Maka hendaknya kita melantunkan, “Hasbunallaahu wa ni’mal wakiil (Cukuplah Allah menjadi penolong kami dan Allah adalah sebaik-baik pelindung), terlebih saat ini kita berada dalam perkara yang besar. Allah adalah pelindung kita, Allahlah yang akan mencukupi kita dan Allahlah yang akan menjadi penolong kita. Dalam sebuah hadits Nabi diriwayatkan, “Jika kalian berada dalam perkara yang besar maka katakanlah Hasbunallaahu wa ni’mal wakiil.” Adalah Nabi Ibrahim as juga melantunkan ucapan ini ketika beliau dilempar ke dalam api.

Maasyiral muslimin rakhimakumullah!
Kaum muslimin telah keluar dan berdiam di Badar selama tiga hari. Mereka melakukan aktivitas perdaganagan dengan aman dan tenteram. Dan mereka pulang dengan membawa ghonimah dengan selamat. Sebagaimana yang ditunjukkan Allah dalam firman-Nya, “Alladziina qaala lahumunnaasu innannaasa qad jama’uu lakum fakhsauhum fazaadahum iimaana wa qaaluu hasbunallaahu wa ni’mal wakiil.( (yaitu) orang-orang yang mentaati Allah dan Rasul yang kepada mereka ada orang-orang yang mengatakan, “Sesungguhnya manusia telah mengumpulkan pasukan untuk menyerang kamu, karena itu takutlah kepada mereka,” maka perkataan itu menambah keimanan mereka dan mereka menjawab, “Cukuplah Allah menjadi penolong kami dan Allah adalah sebaik-baik pelindung.)
Ayat yang mulia diatas mengajak kita agar berdiam diri, tegar dan tetap kokoh dalam posisi atau tempat yang sulit. Ayat tersebut juga mengajak kepada kita untuk senantiasa bertawakal kepada Allah menyandarkan ketakutan hanya kepada-Nya karena tidak ada tempat berlindung kecuali hanya Dia, Allah SWT. Karena bila rasa takut seorang mukmin kepada Allah itu telah melekat dalam dirinya, maka Allah akan menundukkan semua makhluk kepadanya.

Maasyiral muslimin rakhimakumullah!
Kaum muslimin tidak berputus asa terhadap kejadian yang menimpa mereka pada perang Uhud. Mereka tidak tidur, tenang, melarikan diri dari tanggung jawab, memusuhi jabatan dan singgasana, menuduh satu dengan lainnya dari belakang, maupun menolong Parsi atau Rum. Mereka tidak pula melakukan konferensi politik, badan keamanan, maupun pernyataan atas nama bangsa sebagaimana yang dilakukan oleh dunia Islam saat ini.

Maasyiral muslimin rakhimakumullah!
Pada masa lampau, kaum muslimin telah mengalami ujian yang begitu berat kerika perang Tatar dan Salib berkecamuk. Dan nenek moyang kita bisa melampui kesulitan itu dengan tegar, kokoh dan pengorbanan. Hal ini dikarenakan mereka bertaqwa kepada Allah dan hanya takut kepada-Nya. Dalam sebuah riwayat Imam Hasan Bashri bertanya kepada seseorang, “Bagaimana rasa takutmu kepada Allah? Maka orang yang bertanya berkata, “Apabila saya berada dalam sebuah kapal laut, lalu kapal itu hancur dan meninggalkan satu papan, lalu aku menggantungkan diriku dengan papan itu. Dan engkau berada dalam Ombak yang besar maka bagaimanakan perasaanmu?, Ia menjawab “Saya sangat takut," Maka Hasan Al-Bashri berkata, “Begitulah rasa takutku kepada Allah siang dan malam.

Maasyiral muslimin rakhimakumullah!
Hari ini ummat Islam tengah mengalami ujian dan cobaan meskipun demikian hal ini tidak menghilangkan rasa kepercayaan kita kepada Allah ‘Azza wa Jalla. Dan janganlah berputus asa, karena Allah swt telah berfiman yang artinya, “Janganlah berputus asa terhadap rahmat Allah, Sesungguhnya tidak berputus asa terhadap rahmat Allah kecuali orang-orang yang kafir.” Wallahua’lam.

Al-Islam - Pusat Informasi dan Komunikasi Islam Indonesia

Silaturahmi

Maasyiral muslimin rahimakumullah!
Allah SWT berfirman yang artinya, “Dan bertaqwalah kepada Allah yang dengan (mempergunakan) nama-Nya kamu saling meminta satu sama lain, dan (peliharalah) hubungan silaturahmi. Sesungguhnya Allah selalu menjaga dan mengawasi kamu.” (An-Nisaa’:1)
Rasulullah saw. bersabda yang artinya, “Barang siapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir hendaklah ia bersilaturahmi.”

Maasyiral muslimin rahimakumullah!
Ayat dan hadis diatas menganjurkan kepada kita untuk melakukan silaturahmi. Silaturahmi secara bahasa berasal dari dua kata silatun yang berarti menyambung dan rahmi yang berarti rahim. Rahim adalah tempat tumbuh anak dalam perut seorang ibu. Allah SWT berfirman yang artinya, “Allah mengetahui apa saya yang dikandung oleh setiap perempuan, dan kandungan rahim yang kurang sempurna dan yang bertambah. Dan segala sesuatu pada sisi-Nya ada ukurannya.” (Ar-Ra’d: 8)

Kata rahmi ini kemudian mengandung kepada dua pengertian. Pertama, kerabat secara umum, yaitu orang-orang yang ada nasab degan kita. Kedua, kerabat yang mahram, yaitu para kerabat yang diharamkan bagi kita untuk mengadakan pernikahan dengannya.
Dengan demikian sillaturrahmi adalah menyambung hubungan kerabat, baik yang mahram maupun yang bukan mahram.

Maasyiral muslimin rahimakumullah!
Silaturahmi adalah amalan yang pahalanya besar di sisi Allah. Allah swt juga menjanjikan keluasan rizqi dan keberkahan umur bagi mereka yang melakukan silaturahmi. Dari Abu Hurairah, Rasulullah saw. bersabda yang artinya, “Barang siapa yang suka diluaskan rizqinya dan dipanjangkan umurnya maka hendaklah ia melakukan silaturahmi.”
Disamping itu, silaturahmi juga merupakan buah dari iman, sebagaimana sabda Rasulullah saw. yang artinya, "Barang siapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir hendaklah ia melakukan silaturahmi.”

Maasyiral muslimin rahimakumullah!
Silaturahmi hendaknya juga kita lakukan terhadap orang-orang yang telah memutuskan hubungannya dengan kita. Seseorang datang kepada Rasulullah saw. dan berkata, “Ya Rasulullah, saya mempunyai kerabat, saya menyambungnya padahal mereka telah memutuskanku, saya berbuat baik kepadanya padahal mereka telah berbuat buruk kepadaku dan saya bersabar (bermurah hati) kepadanya padahal mereka telah membodohiku?” Rasulullah saw. bersabda, “Jika kamu sebagaimana yang kamu katakan, maka seakan-akan engkau telah menempelkan abu panas kepada mereka dan kemenangan dari Allah atas mereka akan masih bersamamu selama engkau dalam keadaan seperti itu.”

Maasyiral muslimin rahimakumullah!
Islam melarang kita memutuskan silaturahmi ini. Karena memutuskan silaturahmi termasuk dosa besar. Bagi mereka yang melakukannya akan terhalang masuk surga. Rasulullah saw. bersabda yang artinya, 'Tidak akan masuk surga orang yang memutuskan ikatan rahim.” (HR Bukhori Muslim)
Barang siapa memutuskan hubungan dengan kerabat yang lemah, mengisolasi mereka, bersikap takabur kepadanya dan tidak berbuat baik kepada mereka, padahal ia kaya sedangkan mereka fakir, maka ia termasuk katagori yang diancam dengan hadis di atas, terhalang masuk surga kecuali jika bertaubat kepada Allah lalu berbuat baik kepada mereka.

Rasulullah saw. bersabda yang artinya, “Barang siapa mempunyai kerabat yang lemah lalu tidak berbuat baik dan mengalokasikan sedekahnya kepada selain merkea, niscaya Allah tidak akan menerima sedekahnya dan tidak akan memandangnya pada hari kiamat. Barang siapa dalam keadaan fakir, hendaklah menyambung (ikatan rahim) dengan mengunjungi mereka dan selalu menanyakan kabar mereka.”

Dalam hadis yang lain Nabi saw. bersabda yang artinya, “Sambunglah ikatan rahim kalian walaupun hanya dengan ucapan salam.”

“Orang yang menyambung itu bukanlah mukafi (orang yang melakukanya jika kerabatnya terlebih dahulu melakukan hal itu kepadanya), akan tetapi orang yang menyambung adalah orang yang jika kamu memutuskan hubungan darinya ia menyambungnya. “ (HR Bukhari)

Dalam sebuah hadits qudsi Allah SWT berfirman yang artinya, "Aku adalah ar-Rahman (Yang Maha Pengasih) dan dia adalah ikatan rahim. Barang siapa yang menyambungnya, Aku pun menyambung hubungan dengannya. Dan barang siapa yang memutuskannya, Aku pun memutuskan hubungan darinya." (HR Ahmad dan Tirmidzi)
Semoga Allah Ta'ala menjadikan kita orang-orang yang senantiasa melakukan silaturahmi. Amin.
Wallaahu a'lam bish showaab

Profesionalitas dalam berdakwah

***Diambil Dari Novel "Ayat-Ayat Cinta"***


Sepenggal episode perjalanan hijrah Nabi Muhammad SAW. ke Madinah. Ketika
akan berangkat hijrah ke Madinah beliau diberi seekor onta oleh Abu Bakar ra. Namun
beliau tidak mau menerimanya dengan cuma-cuma. Beliau mau menerima dengan syarat onta
itu beliau beli. Abu Bakar inginya memberikan dengan cuma - cuma untuk perjalanan hijrah Nabi.
Tapi baginda Nabi tidak mau beban tidak mau menggunakan kesempatan pengorbanan orang lain.
Abu Bakar punya keluarga yang harus di hidupi. Dakwah harus berjalan profesional meskipun
pengorbanan -pengorbanan tetap diperlukan. Dan Nabi mencontohkan profesional dalam berdakwah.
Beliau tidak mau menerima onta Abu Bakar kecuali dibayar harganya. Mau tak mau Abu Bakar pun mengikuti
keinginan Nabi. Onta itu dihargai sebagaimana umumnya dan Baginda Nabi membayar harganya. Barulah
keduanya berangkat hijrah. Itulah pemimpin sejati. Tidak seperti para kiai di Indonesia yang menyuruh umat
mengeluarkan shadaqah jariyah, bahkan menyuruh santrinya berkeliling daerah mencari sumbangan dana dengan
berbagai macam cara termasuk menjual kalender, tapi dia sendiri ongkang -ongkang kaki di masjid atau di pesantren.

ketika seseorang telah disebut 'Kiai' dia malu untuk turun ke kali untuk mengangkat batu, Meskipun batu itu untuk membangun
masjid atau pesantrennya sendiri. Dia merasa hal itu tugas orang -orang awam dan para santri. Tugasnya adalah mengaji. Baginya,
kemampuan membaca kitab kuning diatas segalanya. Dengan membacakan kitab kuning ia merasa sudah memberikan segalanya kepada umat.
Bahkan merasa telah menyumbangkan yang terbaik. Dengan khutbah Jum'at di masjid ia merasa telang oaling berjasa. Banyak orang lalai,
bahwa Baginda Nabi tidak pernah membacakan Kitab kuning. Dakwa Nabi dengan perbuatan lebih banyak daripada dakwah dengan khutab atau
perkataan. Ummul Mu'minin, Aisyah ra. berkata "Akhlaq Nabi adalah Al-Qur'an!" Nabi adalah Al -Qur'an berjalan. Nabi tidak canggung mencari kayu
bakar untuk para sahabatnya. Para sahabat meneladanin apa yang beliau contohkan. Akhirnya mereka juga menjadi Al- Qur'an yang menyebar ke seluruh
penjuru dunia Arab untuk di contoh seluruh umat. Tapi memang, tidak mudah meneladani akhlaq Nabi. Menuntut orang lebih mudah daripada menuntut diri
sendiri.

Pelajaran yang dapat di ambil dari cerita diatas adalah :
1. Seorang dai / Ustad harus lebih memberikan contoh perbuatan daripada omongan/khutbah(Dakwah bil Hal)
2. Seorang Dai / Ustad Harus Profesional Dakwah ya Dakwah tanpa membebani orang lain atau muridnya /santrinya
3. Seorang Dai / Ustad pantang menyuruh - nyuruh Santrinya.

Wallahua'lam Bissowaaab

'Ayah, bolehkah aku berpacaran?

'Ayah, bolehkah aku berpacaran?

ABSTRACT:
Mungkin ada diantara kita selaku orangtua yang tidak mampu bersikap tegas dalam menyampaikan ajaran Islam,terutama yang berhubungan dengan psikoseksual remaja.
Kita 'malu' menyampaikan kebenaran, padahal itu adalah kewajiban kita untuk menyampaikannya dan hak mereka untuk mengetahuinya. 'Ayah, bolehkah aku berpacaran? 'mungkin salah satu pertanyaan yang lambat laun akan menyergap kita. Salah satu jawaban yang cerdas, memuaskan dan tepat, mungkin dapat kita simak dari artikel di bawah ini.
Semoga Allah SWT memudahkan kita untuk memberikan yang terbaik kepada putra-putri kita, yaitu pendidikan yang baik dan adab yang mulia.


Seorang ayah, bila ia mempunyai putra yang beranjak remaja, lambat atau cepat ia akan disergap oleh pertanyaan seperti ini: 'Ayah, bolehkah aku berpacaran?'
Pengertian “berpacaran” menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah bercintaan, berkasih-kasihan.

Sebagai Ayah yang baik, kita sudah seharusnya sejak jauh hari berusaha menyiapkan jawaban terhadap pertanyaan-pertanyaan tak terduga seperti itu. Namun seringkali kita tidak siap dengan jawaban ketika pertanyaan tadi terlontar dari mulut anak kita.
Seorang ayah mempunyai posisi strategis. Ayah tidak saja menjadi pemimpin bagi keluarganya, seorang ayah juga seharusnya bisa menjadi teman bagi anak-anaknya, menjadi narasumber dan guru bagi anak-anaknya.

'Tiada pemberian seorang bapak terhadap anak-anaknya yang lebih baik dari pada (pendidikan) yang baik dan adab yang mulia.' (HR At-Tirmidzy)

'Barangsiapa yang mengabaikan pendidikan anak, maka ia telah berbuat jahat secara terang-terangan ...' Ibnu Qayyim.

Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:
"Setiap kamu adalah pemimpin, dan setiap kamu akan dimintai bertangungjawaban terhadap apa yang kamu pimpin. Seorang suami (ayah) adalah pemimpin bagi anggota keluarganya, dan ia akan dimintai pertanggungjawaban terhadap apa yang telah dipimpinnya atas mereka. HR Muslim).

Ada sebuah contoh yang datangnya dari keluarga Pak Syamsi. Ketika Iwan anak remajanya bertanya soal berpacaran, Pak Syamsi yang memang sudah sejak lama mempersiapkan diri, dengan santai memberikan jawaban seperti ini: 'Boleh nak, sejauh berpacaran yang dimaksud adalah sebagaimana yang terjadi antara Ayah dan Bunda' Pak Syamsi menjelaskan kepada Iwan, bahwa berpacaran adalah menjalin tali kasih, menjalin kasih sayang, dengan lawan jenis, untuk saling kenal-mengenal, untuk sama-sama memahami kebesaran Allah di balik tumbuhnya rasa kasih dan sayang itu.
Oleh karena itu, berpacaran adalah ibadah. Dan sebagai ibadah, berpacaran haruslah dilakukan sesuai dengan ketentuan Allah, yaitu di dalam lembaga perkawinan.

Di dalam sebuah Hadits Shahih Riwayat Ahmad, Bukhari dan Muslim, Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda: “Jangan sekali-kali seorang laki-laki bersendirian dengan seorang perempuan, melainkan si perempuan itu bersama mahramnya.” 'Di luar ketentuan tadi, maka yang sesungguhnya terjadi adalah perbuatan mendekati zina, suatu perbuatan keji dan terkutuk yang diharamkan ajaran Islam (Qs. 17:32).

Allah SWT telah mengharamkan zina dan hal-hal yang bertendensi ke arah itu, termasuk berupa kata-kata (yang merangsang), berupa perbuatan-perbuatan tertentu (seperti membelai dan sebagainya).' Demikian penjelasan Pak Syamsi kepada Iwan anak remajanya.


"DI DALAM LEMBAGA PERKAWINAN, ANANDA BISA BERPACARAN DENGAN BEBAS DAN TENANG, BISA SALING MEMEMBELAI DAN MENGASIHI, BAHKAN LEBIH JAUH DARI ITU, YANG SEMULA HARAM MENJADI HALAL SETELAH MENIKAH, YANG SEMULA DIHARAMKAN TIBA-TIBA MENJADI HAK BAGI SUAMI ATAU ISTRI YANG APABILA DITUNAIKAN DENGAN IKHLAS KEPADA ALLAH AKAN MENDATANGKAN PAHALA." Demikian penjelasan pak Syamsi kepada Iwan.

"Namun jangan lupa, sambung pak Syamsi, "ISLAM MENGAJARKAN DUA HAL YAITU MEMENUHI HAK DAN KEWAJIBAN SECARA SEIMBANG. DI DALAM LEMBAGA PERKAWINAN, KITA TIDAK SAJA BISA MENDAPATKAN HAK-HAK KITA SEBAGAI SUAMI ATAU ISTERI, NAMUN JUGA DITUNTUT UNTUK MEMENUHI KEWAJIBAN, MENAFKAHI DENGAN LAYAK, MEMBERI TEMPAT BERNAUNG YANG LAYAK, DAN YANG TERPENTING ADALAH MEMBERI PENDIDIKAN YANG LAYAK BAGI ANAK-ANAK KELAK ..."

Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:
"Seorang yang membina anaknya adalah lebih baik daripada ia bersedekah satu sha' ... (HR At-Tirmidzy).

"Nah, apabila ananda sudah merasa mampu memenuhi kedua hal tadi, yaitu hak dan kewajiban yang seimbang, maka segeralah susun sebuah rencana berpacaran yang baik di dalam sebuah lembaga perkawinan yang dicontohkan Rasulullah..." Demikian imbuh pak Syamsi.

Seringkali kita sebagai orangtua tidak mampu bersikap tegas di dalam menyampaikan ajaran Islam, terutama yang sangat berhubungan dengan perkembangan psikoseksual remaja. Seringkali kita 'malu' menyampaikan kebenaran yang merupakan kewajiban kita untuk menyampaikannya, sekaligus merupakan hak anak untuk mengetahuinya. Sebagai anak, seorang Iwan memang harus mempunyai tempat yang cukup layak untuk menumpahkan aneka pertanyaannya. Sebagai lelaki muda, yang ia butuhkan adalah sosok ayah yang dapat menjawab pertanyaan-pertanyaannya dengan cerdas, memuaskan, dan tepat. Seorang ayah yang mampu menjawab pertanyaan bukan dengan marah-marah. Berapa banyak remaja seperti Iwan diantara kita yang tidak punya tempat bertanya yang cukup layak?

Bagi seorang Iwan, sebagaimana dia melihat kenyataan yang terjadi di depan matanya, berpacaran adalah memadu kasih diantara dua jenis kelamin yang berbeda, sebuah ajang penjajagan, saling kenal diantara dua jenis kelamin berbeda, antara remaja putra dengan remaja putri, yang belum tentu bermuara ke dalam lembaga perkawinan. Hampir tak ada seorang pun remaja seperti Iwan yang mau menyadari, bahwa perilaku seperti itu adalah upaya-upaya mendekati zina, bahkan zina itu sendiri!

Celakanya, hanya sedikit saja diantara orangtua yang mau bersikap tegas terhadap perilaku seperti ini.
Bahkan, seringkali sebagian dari orangtua kita justru merasa malu jika anaknya yang sudah menginjak usia remaja belum juga punya pacar. Sebaliknya, begitu banyak orangtua yang merasa bangga jika mengetahui anaknya sudah punya pacar. 'Berapa banyak kejahatan yang telah kita buat secara terang-terangan ...?'

Di sebuah stasiun televisi swasta, ada program yang dirancang untuk mempertemukan dua remaja berlawanan jenis untuk kelak menjadi pacar. Di stasiun teve lainnya ada sebuah program berpacaran (dalam artian perbuatan mendekati zina) yang justru diasosiasikan dengan heroisme, antara lain dengan menyebut para pelakunya (para pemburu pacar) sebagai "pejuang." Dan bahkan para "pejuang" ini mendapat hadiah berupa uang tunai yang menggiurkan anak-anak remaja. Perilaku para "pejuang" ini disaksikan oleh banyak remaja, sehingga menjadi contoh bagi mereka.

Makna pejuang telah bergeser jauh dari tempatnya semula. Seseorang yang melakukan perbuatan mendekati zina disebut "pejuang." Hampir tidak pernah kita mendengar ada seorang pelajar yang berprestasi disebut pejuang. Jarang kita dengar seorang atlet berprestasi disebut pejuang.

Semoga bermanfaat.

Monday, 28 July 2008

Jangan menyia-nyiakan waktu

Abu Darda r.a. Suatu ketika menulis surat kepada Salman Al-Faritsi r.a.

"Hai Saudaraku, pergunakanlah waktu sehatmu dan waktu luangmu sebelum kamu tertimpa bencana yang tidak ada seorang manusia pun mampu menghilangkannya"

Sungguh, semua hari akan berlalu, setiap waktu akan habis, dan setiap pandangan akan terlewati, tidak ada kemampuan manusia yang dapat menghalanginya,yaitu kematian.