Monday, 7 December 2009

HIJRAH MENYIBAK KARUNIA-NYA

(Majalah Al Falah edisi Desember,Ruang Utama hal 6)

Saat berbicara hijrah(perpindahan), orang kebanyakan akan langsung berpikir sejarah pindahnya dakwah Rasulullah saw. dari kota Makkah ke Madinah. Lalu, bila kekinian, model hijrah model apa yang harus kita lakukan?

Menjadi pemuda dengan bekal ijazah diploma membuat Budi(nama samaran) 23 bingung menentukan pilihan. Sehari – hari ia hanya berkutat dengan pekerjaan rumah membantu orang tuanya sambil sekali – dua kali mengurusi sebuah organisasi yang sejak lama diikutinya. Hari bertambah hari, minggu hingga bulan. Kondisi itu tidak merubah kehidupan Budi.

Sementara ia melihat banyak teman – teman sekelasnya yang meninggalkan kampung halamannya lebih dulu sukses. Mandiri dengan kerja sendiri dan sukses bisa kuliah biaya sendiri. itu yang ingin ditiru oleh Budi. Satu hal lagi yang ia lihat, mereka sukses karena ada kemauan dan kerja keras.

Padahal kalau melihat potensi yang dimiliki, Budi pun merasa kemampuannya tak jauh beda dengan teman – temannya itu. Sementara kondisi sekarang, dia hanya berpangku tangan dari orang tuanya yang hanya pensiunan. “Dari segi kemandirian dan keilmuan rasa-rasanya juga tak baik. Ini tak bisa diteruskan,” pikir Budi.

Melihat kenyataan itu, ia mencoba berpikir panjang apa yang harus dilakukan. Dengan bekal kemantapan hati dan kemauan, Budi memutuskan ‘pergi’ dari rumah untuk memperbaiki kondisinya. “Ada kemauan pasti ada jalan”, gumamnya dalam hati. Budi pun berangkat ke perantauan dengan modal tekad dan semangat. Keinginannya hanya dua hal, bisa mandiri dan kuliah dengan biaya sendiri. Sehingga nantinya bisa menjadi modal untuk menopang masa depannya kelak.

Lalu, apa yang dimaksud dengan hijrah bila dalam konteks kekinian? Wakil Ketua Tanfidziyah Pengurus Wilayah Nadhatul Ulama Jawa Timur KH. Muhammad Thohir, dengan tegas mengatakan, melihat kondisi masyarakat saat ini menjadi wajib untuk berjrah. Dokter kejiwaan lulusan Universitas Airlangga itu menjelaskan adanya wajib karena saat ini banyak umat islam yang hijrah meninggalkan Al Quran.

“Yang terjadi sekarang, umat Islam banyak yang hijrah meninggalkan Al Quran. Makanya, saatnya umat Islam kembali hijrah menuju Al Quran lagi” tuturnya.

Menurutnya, karena hijrah yang kaliru itu dampaknya berakibat pada pola pikir yang menyimpang dalam melaksanakan syariat islam. Ketua Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia periode 1995-2000 itu salah satunya mencontohkan banyaknya kebiasaan buruk orang ketika ziarah kubur dengan tujuan mencari berkah dari kuburan.

“Yang paling parah adalah tragedi batunya Ponari beberapa waktu lalu itu,” tukasnya. Thohir menyesalkan kenapa batu yang tidak punya kekuatan apa-apa diyakini punya khasiat. Itu menandakan kebodohan dan dangkalnya pemahaman umat islam terhadap agamanya.

Hijrah yang Bernilai Ibadah
Melihat kondisi masyarakat yang seperti itulah yang menurutnya wajib segera berhijrah. Baginya, hijrah yang dituntut sekarang lebih banyak ke paradigma atau pola pikir. Namun demikian, kalau memang hijrah tempat diperlukan karena semata-mata ingin memenuhi kewajiban dan beribadah kepada Allah swt. maka hal itu juga baik. “Misalnya, pergi jadi TKI atau bekerja untuk memenuhi tangggung jawab nafkah keluarga, itu harus dilakukan,” cetusnya. Baginya, mencari rezeki bisa dilakukan di mana saja, karena rahmat dan karunia Allah seluas langit dan bumi.

Saat ini banyak perbuatan yang bisa diketegorikan hijrah, seperti berubah dari suka marah menjadi penyabar, dendam-pemaaf, syirik – tauhid, atau lainnya.

Dlam Al Quran pun banyak perintah hijrah. Penulis ayat – ayat Tauhid itu pun mengutip ayat 20 surat At Taubah yang isinya berkenaan dengan pengangkatan derajat bagi orang – orang berhijrah dan berjihad di jalan Allah dengan harta dan jiwanya. “Kalau memang kita mengaku muslim, sudah seharusnya menjalankan perintah tanpa ragu,” ujarnya tegas.

Sementara itu, Prof. Dr.M. Quraish Shihab, penulis tafsir Al Misbah mengatakan ada empat poin yang berkaitan dengan hijrah. Pertama, kata “Hijrah” digunakan untuk mengistilahkan perpindahan suatu kaum/individu dari satu hal yang sifatnya buruk kepada hal lain yang sifatnya baik. Pengertian ini berlaku kepada kegiatan pindah tempat maupun pindah kelakuan.

Kedua, Al Quran telah berjanji untuk memberikan kelapangan bagi siapapun yang berhijrah. Namun, kelapangan yang akan diberikan Allah hanya berlaku bagi orang yang secara bersungguh-sungguh melaksanakan hijrah. Ketiga, sebelum hijrahnya Nabi saw. Nabi-Nabi sebelum Nabi Muhammad pun melaksanakan hijrah. Misalnya, hijrahnya Nabi Musa as. beserta kaumnya dari Mesir ke Palestina.

Dan terakhir, poin yang cukup penting dalam berhijrah adalah usaha maksimal yang dilakukan. Ketika kita sudah bertekad untuk berhijrah, maka sepantasnyalah kita berusaha dengan sungguh – sungguh dalam menjalankan hijrah itu.

0 comments:

Post a Comment

Terima Kasih Atas Komentarnya