Ibarat kaca yang terbuka, selalu ada debu yang menempel dan mengotorinya. Meskipun itu adalah kaca jendela milik sebuah rumah di desa. Udaranya segar, minim polusi. Tetapi masih saja ada debu yang datang. Terlebih jika kaca itu berada di dekat jalan raya. Debu-debu beterbangan lebih banyak dan menutupi permukaan lebih cepat. Apalagi jika kaca itu bergerak di jalan raya. Kaca mobil, misalnya.
Demikian pula manusia. Tidak ada satupun yang bersih dari dosa. Ada diantara manusia yang terpeleset oleh dosa-dosa kecil dengan frekuensi yang jarang. Ada pula yang setiap hari, dosa datang mengotori dirinya. Lalu ada pula orang yang bergelimang dengan dosa. Bukan hanya dosa kecil, tetapi juga dosa-dosa besar. Golongan yang terakhir ini jumlahnya lebih banyak.
Mukmin juga manusia. Maka ia tak luput dari dosa. Kalau kita mengecualikan satu orang, maka itu adalah Al-Ma’shum Rasulullah; yang senantiasa dijaga Allah. Bedanya dengan manusia lainnya, mukmin tidak menenggelamkan diri berlama-lama dalam dosa. Tidak menikmati kemaksiatan. Segera ketika tersadar, ia hentikan dosa itu. Menyesal. Dan berkomitmen untuk tidak mengulanginya. Tiga langkah ini disebut para ulama sebagai syarat taubat.
Mengasah diri untuk menyadari dosa-dosa yang dilakukan, dengan demikian adalah keterampilan yang sangat penting bagi orang-orang mukmin. Mereka yang memiliki kepekaan sensitif akan lebih mudah menarik diri pada detik-detik pertama kekhilafan. Tingkatan yang lebih baik lagi adalah penarikan diri sebelum dosa itu dilakukan. Ini semacam alarm tanda bahaya yang berbunyi dan menuntut reaksi hati agar segera ingat kepada Allah, bertaubat. Dalam surat Al-Anfal kita mendapatkan istilah ”wajilat quluubuhum”.
Tetapi tidak semua dosa bisa disadari. Sebagaimana alarm yang tidak sempurna, ada beberapa ”obyek dosa” yang karena samarnya bentuk dan halusnya sifat dosa, ia lolos dari pendeteksian ini. Bahkan untuk dosa kelas kakap bernama syirik. Itulah mengapa kita melafalkan doa dalam Al-Ma’tsurat: Allaahumma innaa na’uudzu bika min an nusyrika bika syai’an na’lamuh. Wa nastaghfiruka limaa laa na’lamuh. Jika dosa syirik saja ada yang bisa tidak kita sadari, apalagi dalam hal keikhlasan, prasangka, dan sebagainya.
Dosa yang bisa datang kapan saja tanpa kita sadari, menuntut kita untuk melakukan taubat secara berkala. Maka Rasulullah pun memberikan contoh kepada umatnya. ”Demi Allah”, sabda beliau sebagaimana didengar langsung Abu Hurairah dan direkam Imam Bukhari, ”sesungguhnya aku membaca istighfar dan bertaubat kepada Allah dalam sehari lebih dari tujuh puluh kali.”
Al-Aghar bahkan pernah mendengar bilangan yang lebih banyak. ”Hai manusia, bertaubatlah kepada Allah dan mintalah ampunan kepada-Nya,” perintah Sang Nabi dalam riwayat Muslim, ”Sesungguhnya aku bertaubat seratus kali dalam sehari.”
Mari kita lanjutkan perumpamaan kaca di awal tulisan ini. Jika setiap hari kaca itu dilap, dibersihkan, maka ia akan kembali bening. Meskipun kita tak mampu mencegah debu untuk tak kembali menempel padanya.
Rasulullah biasa bangun disepertiga malam yang terakhir. Beliau mengawali harinya dengan bertaubat, meskipun telah mendapat jaminan ampunan atas segala dosa. Di keheningan malam seperti itu beliau mengarahkan pandangan ke langit. Melihat bintang sekaligus menyaksikan kebesaran Allah. ”Rabbanaa maa khalaqta haadzaa baathilaa. Subhaanakan faqinaa adzaabannar” Doa ini adalah ungkapan kekaguman pada kebesaran Allah. Namun ia juga ungkapan kesadaran dan bentuk taubat. Lalu setelah itu, selesai berwudhu beliau shalat tahajud. Lamanya shalat mengakibatkan kaki beliau bengkak. Maka, sempurnalah syukur beliau sebagaimana keinginannya yang disampaikan kepada Aisyah sebagai jawaban atas pertanyaannya: ”Tidakkah aku ingin menjadi hamba yang bersyukur?” Sekaligus lengkaplah beliau mengawali hari dengan taubat.
Kita yang tidak pernah mendapatkan jaminan ampunan dari Allah, semestinya pula belajar mengawali hari dengan taubat. Ya Allah... terimalah taubat kami yang jarang bertaubat kepadamu. Ampuni kami yang tidak memohon ampun sebanyak Rasul-Mu. [Muchlisin] http://muchlisin.blogspot.com
0 comments:
Post a Comment
Terima Kasih Atas Komentarnya