dakwatuna.com – Ada empat mihwar yang harus dilalui dakwah ini untuk mewujudkan visi yang dicita-citakannya; mihwar tanzhimi, mihwar sya’bi, mihwar muassasi, dan mihwar daulah. Mihwar Daulah ditandai dengan penetrasi dakwah ke pemerintahan dan lembaga-lembaga negara. Dakwah pada mihwar ini, dengan demikian, mampu mempengaruhi dan mengelola negara sehingga kebijakan-kebijakannya sesuai dengan nilai-nilai Islam. Pada akhirnya, rakyatlah yang akan merasakan keadilan dan kesejahteraan dari negara yang kita cintai bersama. Jika mihwar tanzhimi berkonsentrasi pada pencetakan dan pembentukan kader sebagai basis operasional dakwah; mihwar sya’bi mulai memunculkan kader-kader dakwah untuk berperan di ranah publik membentuk basis sosial, mengintensifkan kegiatan dakwah ‘ammah dan membentuk wajihah-wajihah; lalu mihwar muassasi mempertemukan dakwah dengan kegiatan dan kelembagaan politik serta penetrasi dakwah parlemen; maka mihwar daulah mendapatkan pekerjaan baru untuk menyiapkan pemimpin-pemimpin negara, blue print pemerintahan, regulasi dan perundang-undangan, serta pengelolaan negara. Sebagai konsekuensinya, beban dakwah yang semakin berat dan ranah kerja dakwah yang semakin luas ini membutuhkan persiapan-persiapan yang lebih besar dari pada mihwar-mihwar sebelumnya.
Untuk mendukung persiapan-persiapan itulah buku Menyongsong Mihwar Daulah ini ditulis oleh Ust. Cahyadi Takariawan. Maka, selain mengupas empat mihwar di atas –dengan terlebih dahulu diawali tulisan tentang dakwah, kewajiban, tujuan, metode, sampai aspek pertumbuhannya- hampir separuh buku ini berisi persiapan-persiapan aktivis dakwah dalam menyongsong mihwar daulah.
Persiapan itu dikelompokkan penulis menjadi 6 bagian; persiapan ruhani (ruhiyah), persiapan karakter (muwashafat), persiapan intelektual (fikriyah), persiapan fisik (jasadiyah), persiapan kompetensi (kafa’ah), serta persiapan materi (maaliyah).
Persiapan ruhiyah bersumber dari aqidah Islam, dan ia menjadi rahasia kekuatan Islam! Dengan persiapan ruhiyah tumbuhlah keyakinan yang kokoh dan terbentuklah sifat rabbaniyah. Dengan mengambil metode dakwah fase Makkiyah, persiapan ruhiyah ini harus diawali dari pembinaan aqidah yang benar lalu diikuti dengan pembersihan jiwa (tazkiyatun nafs).
Di antara parameter persiapan ruhiyah yang benar dalam menyongsong mihwar daulah adalah terbebasnya kader dari gejala kekeringan ruhaniyah, yaitu mudah dilanda kejenuhan dan kemalasan, mudah emosi dan tersinggung, mudah kecewa dan putus asa, serta mudah mengeluh dan meratapi kondisi.
Persiapan muwashafat mengharuskan kita untuk lebih serius dalam aktivitas tarbiyah. Persiapan muwashafat tidak lain adalah penyiapan kader dakwah melalui tarbiyah agar memiliki 10 muwashafat yang telah banyak kita hafal bersama; salimul aqidah (aqidah yang selamat), shahihul ibadah (ibadah yang benar), matinul khuluq (akhlaq yang mulia), qadirun alal kasbi (berdaya secara ekonomi), mutsaqqaful fikri (wawasan yang luas), qawiyyul jismi (fisik yang sehat), mujaahidun linafsihi (memerangi nafsunya sendiri), munazhzhamun fi syu’unihi (teratur dalam segala urusannya), hariitsun ala waqtihi (manajemen waktu yang baik), dan nafi’un li ghairihi (bermanfaat bagi sesama).
Sebenarnya 10 muwashafat ini sudah menyangkut persiapan-persiapan lainnya seperti persiapan fikriyah, jasaadiyah, dan maaliyah. Namun penulis (Ust. Cahyadi Takariawan) hendak membahasnya lebih detail dan memberikan penekanan yang lebih. Karenanya persiapan-persiapan itu dibahas lebih lanjut.
Persiapan fikriyah dalam menyongsong mihwar daulah mengharuskan seorang kader untuk memiliki pengetahuan Islam secara lengkap dan pengetahuan modern sekaligus. Pengetahuan Islam yang dimaksud adalah penguasaan atas ilmu ushul ats-tsalatsah (tiga ma’rifat tentang Allah SWT, Ar-Rasul, dan Al-Islam), Al-Qur’an (kandungan dan ilmu-ilmu yang berhubungan dengannya), As-Sunnah (kandungan dan ilmu-ilmu yang berhubungan dengannya), ushul fiqih, aqidah, akhlaq, dan fiqih, sirah nabawiyah dan tarikh umat Islam, ilmu bahasa Arab, sistem musuh dalam deislamisasi, studi Islam modern, serta fiqih dakwah.
Secara jamaah, pengetahuan modern harus dikuasai di semua bidangnya. Harus ada kader yang menguasai satu spesialisasi ilmu, sementara spesialisasi lain dikuasai oleh kader lainnya. Dengan demikian, ilmu yang dibutuhkan dalam pelayanan publik termasuk keahlian praktis dan keprofesian, pengelolaan negara dan teknologi, semuanya harus dimiliki. Sementara secara personal, kader dakwah harus menguasai ilmu yang menjadi profesinya serta memiliki pengetahuan umum di luar spesialisasinya.
Persiapan jasadiyah juga sangat diperlukan dalam mihwar daulah. Aktivitas yang semakin padat, baik amal tarbawi, amal mihani, maupun amal siyasi mutlak memerlukan kesiapan fisik yang prima. Maka, kebiasaan hidup sehat dan olahraga secara teratur menjadi kunci suksesnya persiapan jasadiyah ini.
Persiapan kompetensi mutlak diperlukan karena saat memasuki mihwar daulah, dakwah membutuhkan banyak SDM untuk memasuki posisi-posisi strategis dalam pemerintahan, baik eksekutif, legislatif, maupun yudikatif. Persiapan ini perlu dimulai dari pemetaan posisi strategis yang akan dikelola dan bagaimana kompetensi SDM yang diperlukannya. Selanjutnya, kader dengan kompetensi yang tepat-lah yang ditempatkan pada posisi strategis yang tepat.
Persiapan maliyah diperlukan dalam mihwar daulah, bahkan lebih besar dari mihwar sebelumnya. Ia diperlukan dalam skala individu dan kolektif. Maka kekuatan maaliyah ini harus dipupuk dengan aktivitas usaha sedini mungkin.
Mihwar daulah, selain membutuhkan enam persiapan di atas, juga membutuhkan keseimbangan peran antara ikhwan dan akhwat. Karenanya Ust. Cahyadi Takariawan membuat bab tersendiri yang membahas peran akhwat muslimah dalam dakwah. Selain mengemukakan penghargaan Islam kepada perempuan, peran akhwat muslimah di zaman keemasan Islam juga peran akhwat dalam gerakan dakwah modern. Mengakhiri bab terakhir ini, Ust. Cahyadi Takariawan menuliskan pedoman umum keterlibatan akhwat. Pertama, kesadaran dan partisipasi sosial politik. Kedua, fardhu kifayah dalam berperan di bidang sosial politik. Ketiga, peran dalam pendidikan sosial dan politik, utamanya di ranah tanggung jawabnya baik lingkungan keluarga atau pun lainnya.
Buku ini memang tidak membahas secara detail bagaimana metode dan langkah praktis persiapan-persiapan menyongsong mihwar daulah, karena ia memang menjadi urusan internal tarbiyah. Artinya, sasaran-sasaran yang dijelaskan dalam persiapan menyongsong mihwar daulah di buku ini akan dicapai dengan aktivitas tarbiyah dengan segala manhaj dan wasaail–nya. Sehingga jika pembaca menginginkan dirinya mampu memenuhi persiapan-persiapan itu tidak ada jalan lain kecuali bergabung dalam tarbiyah dan istiqamah di dalamnya. Satu harapan kita, semoga buku ini –sebagaimana promosinya di majalah tarbawi dan media lain- menjadikan kader lebih cerdas dan siap menyongsong mihwar daulah! Wallaahu a’lam bish shawab. (Muchlisin)
Buku yang Memotivasi sekali,
ReplyDelete