Wednesday 10 September 2008

***SEGELAS SUSU***

Suatu hari,seorang anak lelaki miskin yang hidup sebagai pedagang asongan dari pintu ke pintu biasanya dilakukan dikomplek kompleks Rumah Dinas Kehabisan uang. Kondisinya saat itu sangat lapar.Anak lelaki tersebut memutuskan untuk meminta makanan dari rumah berikutnya. Akan itu tidak jadi meminta makanan, ia hanya berani meminta segelas air. Ibu muda tersebut melihat dan berpikir bahwa anak lelaki itu pastilah lapar.

Oleh karena itu, ia menawarkan segelas besar susu. Kemudian, anak lelaki tersebut minum dengan lahapnya dan bertanya, Berapa saya harus membayar untuk segelas susu ini ?

Ibu itu menjawab, “Kamu tidak perlu membayar apa pun, orangtua kami dulu mengajarkan untuk tidak menerima bayaran jika melakukan suatu kebaikan” kata Ibu itu menambahkan.

Sambil menghabiskan susunya, anak lelaki tersebut berkata dalam hatinya: “Dari hatiku yang terdalam, aku sangat simpati pada Ibu yang berbaik hati ini, dia tidak sombong sekalipun istri Pejabat.”

Beberapa puluh tahun kemudian, Ibu muda dahulu (yang kini sudah agak lanjut usianya) mengalami sakit yang sangat kritis. Balai pengobatan sudah tidak mampu lagi mengobati penyakit komplikasinya, apalagi saat ini ia berstatus janda seorang pensiunan kereta api. Atas saran keluaranya, si wanita ini dipindahkan ke Rumah Sakit Umum Pemerintah yang ada dikota tersebut untuk di observasi. Namun, tetap saja tidak bisa di obati. Akhirnya, dengan menjual barang – barang tersisa dan atas bantuan rekan – rekan sesama janda pensiunan, si wanita muda dikirim ke ibukota karena disana ada seorang dokter yang mampu mengobati penyakit komplikasinya itu.

Dr. Sobur Nurjaman Ali dipanggil untuk melakukan pemeriksaan. Pada saat ia mendengar nama kota asal si Ibu tersebut, terbesit seberkas panacaran cahaya aneh pada mata Dr. Sobur, Segera ia bangkit mengenakan jubah dokternya dan bergegas turun melalui aula rumah sakit menuju kamar si wanita tersebut, Ia langsung mengenali wanita itu dengan sekali pandang.

Dr. Sobur Nurjaman Ali kemudian kembali ke ruang konsultasi dan memutuskan untuk melakukan serangkaian medical check up total serta terapi – terapi medis lainnya. “Pokoknya, ibu tersebut harus sembuh,” demikian obsesinya. Mulai hari ini, si Ibu yang tergolek lemah tersebut menjadi perhatian Dr. Sobur dengan kasih yang tulus. Memasuki bulan ketiga di rumah sakit tersebut ternyata ibu tersebut sembuh benar – benar sembuh.

Lalu, Dr. Sobur meminta bagian keuangan rumah sakit tersebut untuk mengirimkan seluruh tagihan biaya pengobatan kepadanya guna persetujuan. Dr. Sobur melihatnya, dan menuliskan sesuatu pada pojok atas lembar tagihan tersebut. Ia sangat yakin bahwa ibu ini tidak akan mampu membayar tagihan tersebut walaupun harus dicicil seumur hidupya. Bisnis yang dirintis bersama sang suami (almarhum) ketika memasuki pensiun gagal karena ditipu orang, demikian cerita si ibu kepada Dr. Sobur beberapa waktu lalu. Hal ini pula yang membuat ia jatuh miskin, dengan seorang anak yang saat ini juga pengangguran.

Lembar tagihan akahirnya sampai ke tangan ibu yang malang itu. Dengan rasa was – was is memberanikan diri membaca tagihan yang disodorkan bagian keuangan. Disana tertera rincian biaya yang dikeluarkan selama ia menjalani pengobatan. Akan tatapi, ada sesuatu yang menarik perhatiannya pada pojok atas lembar tagihan tersebut. Ia membaca tulisan yang berbunyi : “Telah di bayar lunas dengan segelas besar susu“ Tertanda : Dr. Sobur Nurjaman Ali

Di ambil dari buku “Setengah Isi – Setengah Kosong(half full – half empty)” oleh: Drs. Parlindungan Marpaung,Psi.,MT.,MA.

Hikmah dan I’tibar yang dapat diambil :
• Tidak selamanya hidup ini stabil, ada saatnya kita mengalami goncangan hidup, Jabatan, Kekayaan, dan fasilitas yang dimiliki saat ini merupakan “baju” yang bisa di lepas setiap saat. Namun, kebahagiaan yang diperoleh melalui memberi dengan tulus adalah sesuatu yang abadi.
• Zig Ziglar(2000) “Kita semua pernah melemparkan batu ke dalam kolam atas danau dan mengamati, sementara lingkaran yang semakin besar terbentuk pada airnya” Apa yang di berikan, baik itu berupa senyuman, pujian yang tulus,dekapan,perhatian,ucapan selamat,bahkan materi yang dimiliki secara langsung atau tidak langsung akan memberi dampak yang besar baik bagi si penerima maupun si pemberi.
• Memberi dari kelebihan mungkin hal biasa yang sudah seharusnya dilakukan. Namun, ketika memberi dari kekurangan kita, disinilah pemaknaan hidup yang lebih tinggi.

0 comments:

Post a Comment

Terima Kasih Atas Komentarnya