Tuesday 23 June 2009

Tak Akan Tegak Peradaban Tanpa Ilmu


Rosulullah SAW memang lahir dan besar di lingkungan ummiy, yaitu kaum yang tidak bisa membaca dan menghitung. Ini diterangkan oleh Allah SWT dalam firmanNya :

“Dialah yang mengutus seorang Rasul kepada kaum yang buta huruf (ummiy) dari kalangan mereka sendiri, yang membacakan kepada mereka ayat-ayat-Nya, mensucikan jiwa mereka, dan mengajarkan kepada mereka Kitab dan Hikmah(Sunnah), meskipun sebelumnya mereka benar – benar dalam kesesatan yang nyata”
(QS. Al-Jumu’ah[62] ayat 2)

Anjuran Belajar

Adapun kaum ummiy, di mana Rasulullah SAW lahir dan dibesarkan, berbeda dengan Badui. Mereka belum bisa membaca dan menghitung semata – mata karena tinggal di wilayah yang jauh dari peradaban saat itu.

Mereka bodoh semata – mata ketidaktahuannya. Terbukti, setelah mereka memperoleh kesempatan belajar, mereka sungguh – sungguh. Maka, dalam waktu relative singkat mereka mampu membaca, menghitung, menulis, dan menguasahi berbagai disiplin ilmu, termasuk Teknologi.

Rasulullah SAW, ketika menyadari sebagian besar pengikutnya yang masih buta huruf, langsung memerintahkan para sahabat yang bisa baca tulis untuk mengajari sahabat lain yang belum bisa.

Bahkan, beliau memberi tawaran menarik kepada para tawanan perang yang mau guru privat(untuk mengajari baca tulis) kepada kaum muslimin, juga anak – anak yang masih buta huruf. Imbalan mereka adalah pembebasan dari status tawanan.

Inilah revolusi besar yang dilakukan Rasulullah SAW dalam membangun peradaban. Beliau sepenuhnya menjalankan scenario Allah SWT dengan menjadikan perintah membaca(iqra’) sebagai dasar utama membangun peradaban.

Hanya dengan cara membaca(belajar menguasahi ilmu) mereka dapat membuat perubahan. Perubahan dari pemahaman semu dan dangkal kepada pemahaman yang luas dan mendalam. Dari pemikiran mistik penuh takhayyul dan khurafat kepada pemikiran sehat dan rasional yang lebih mengedepankan bukti.

Dari pemikiran taqlid buta dan fanatis, kepada pemikiran yang bebas, independent, dan toleran. Dari pemikiran yang angkuh dan sombong kepada pemikiran kepada tawadhu dan menghargai perbedaan.


Manusia Terhormat

Sebelum manusia diperintahkan untuk menuntut ilmu(belajar). Allah SWT sesungguhnya telah membekali manusia sebuah potensi belajar secara alamiah. Potensi tersebut berupa keingin tahuan mengenai segala sesuatu.

Hasrat untuk mengetahui dan mengenali segala sesuatu yang belum diketahui melahirkan budaya riset, baik yang bersifat coba-coba maupun yang bersifat ilmiah. Hasrat inilah yang kelak melahirkan ilmu pengetahuan dan teknologi yang menjadi soko guru semuah peradaban.

Tak satu pun peradaban manusia bisa tegak kecuali di dalamnya terdapat ilmu. Itulah sebabnya islam memberi penghormatan yang tinggi kepada para ilmuwan dan orang – orang yang sedang menuntut ilmu. Rasulullah SAW bersabda :

“Barangsiapa yang keluar rumah untuk belajar satu bab dari ilmu pengetahuan, maka ia tercatat sebagai mujahid (pejuang) fi sabilillah sampai ia kembali ke rumahnya. ”
(HR. Tirmidzi)

Tak tanggung – tanggung, Allah SWT juga mengangkat derajat mereka yang beriman dan berpengetahuan beberapa level diatas manusia rata-rata, sebagaimana dikatakan dalam al-Qur’an :

….Niscaya Allah akan mengangkat (derajat) orang – orang yang beriman dan orang – orang yang diberi ilmu beberapa derajat.”
(QS. Al-Mujadalah[58] : 11)


Para ilmuan adalah orang – orang yang mampu memberdayakan kemampuan nalar (reasoning power) dalam dirinya. Mereka tidak pernah berhenti bertanya dan berpikir mengenai segala kejadian.

Pada tahun 976 M, seorang ilmuwan besar telah memeras otaknya untuk menemukan cara praktis memuliskan bilangan dalam jumlah besar, sementara saat itu bilangan yang ada cumak angka Romawi. Ilmuwan itu adalah Muhammad bin Ahmad. Dialah yang menemukan angka nol dalam bilangan angka Arab. Dengan penemuan itu, kita tidak akan menemukan kesulitan bila ingin menulis bilangan sebesar apapun.

Penemuan besar itu dikembangkan ilmuwan – ilmuwan Muslim berikutnya. Datanglah Muhammad bin Musa Al-Khawarizmi yang menemukan aljabar, dasar ilmu pasti dan matematika. Dari sinilah berkembang sains dan teknologi yang mengagumkan. Dengan sains dan teknologi itulah akhirnya kita bisa membaca sebagian tanda – tanda kebesaran Allah SWT yang ada di langit dan di bumi.

“Dan diantara tanda-tanda (kebesaran) –Nya ialah penciptaan langit dan bumi, perbedaaan bahasamu dan warna kulitmu. Sungguh, pada yang demikian itu terdapat bukti – bukti bagi orang yang mengetahui”
(QS. Ar-Ruum[30] :22)

Ayat sejenis sangat banyak dijumpai dalam Al-Qur’an. Satu diantaranya adalah :

“Dialah yang menjadikan matahari bersinar dan bulan bercahaya, dan Dialah yang menentukan tempat – tempat orbitnya agar kamu tahu jumlah tahun dan perhitungan(waktu). Tiada Allah menciptakan ini kecuali dengan sebenarnya. (Demikianlah) Dia menjelaskan tanda – tanda (kekuasaan)Nya bagi orang – orang yang mengetahui”
(QS. Yunus[10] : 5)

Jika kita ingin kembali membangun peradaban Islam yang agung diabad ini, jalan satu-satunya adalah kembali ke iqra’ (bacalah!). Gairahkan kembali semangat dan budaya belajar, lahirkan cendikiawan sebanyak – banyaknya, hargai para ilmuwan, terutama ulama dan fugaha, dan tunggu hasilnya, isnyaAllah Islam kembali Jaya !


Oleh Hamim Thohari (Sekretaris Dewan Syura Hidayatullah)

Wallahu a’lam Bisahawab

0 comments:

Post a Comment

Terima Kasih Atas Komentarnya