This is default featured slide 1 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

This is default featured slide 2 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

This is default featured slide 3 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

This is default featured slide 4 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

This is default featured slide 5 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

Monday, 29 June 2009

Mungkinkah Ikhwan, Hizbut Tahrir, Salafy Bergabung

Assalamu 'alaikum warahmatullahi wabarakatuh,

Adanya kelompok semacam ikhwan, HT, salafi dan lainnya hanya sekedar sebuah ijtihad. 100 tahun yang lalu semuanya tidak pernah ada. Bagaimana mau ada, lha wong para pendirinya saja belum lahir?

Jadi kelompok-kelompok itu sebelumnya tidak pernah ada, dan sangat mungkin suatu hari nanti semuanya akan musnah hilang dari lembar sejarah.

Apalagi umat ini setiap saat berganti generasi, setiap dekade punya pahlawannya sendiri-sendiri. Selama sejarah panjang 1400 tahun, kita sudah memiliki ribuan pergerakan, bahkan kita pernah punya ratusan daulah Islamiyah.

Yang besar-besar saja, yaitu khilafah Islamiyah, kita pernah punya sampai empat kali. Khilafah Rasyidah selama 30-an tahun. Lalu khilafah Bani Umayyah di Damaskus selama kurang lebih 90-an tahun. Lalu khilafah Bani Abbasiyah di Baghdad, yang berkuasa ratusan tahun lamanya. Hingga terakhir kita punya khilafah Turki Ustamni yang mengakhiri kejayaannya di tahun 1924 kemarin.

Ikhwan, salafi, HT dan sejenisnya sebenarnya mewakili pergerakan umat Islam di abad 20, yaitu setelah bubarnya khilafah terakhir. Berbagai harakah ini sebenarnya boleh dibilang semacam alternatif dari kekosongan khilafah dan kemunduran umat. Apalagi saat itu adalah masa kolonilisme dan imperialisme barat atas umat Islam.
Ada banyak prestasi yang sudah diraih selama abad 20, ada banyak peta yang berubah, dan ada begitu banyak kemunduran yang pernah ditelan.

Nah, bukan tidak mungkin di abad 21 ini, peta pergerakan berubah lagi. Boleh jadi nama-nama pergerakan di abad 20 akan hilang dan musnah. Kemudian berganti dengan pergerakan lainnya lagi. Atau bisa saja tetap ada dan masih berjaya terus. Dan bisa jadi pula khilafah Islamiyah yang pernah hilang selama 100-an tahun itu muncul lagi. Kita tidak pernah tahu. Karena semua itu rahasia Allah SWT.

Kalau anda tertarik untuk banyak menelaah masalah seperti ini, kami sarankan anda membaca sebuah karya menarik. Dalam kitabnya, Al-Muslimun baina Qarnain, (umat Islam di dua abad terakhir), Dr. Yusuf Al-Qaradawi banyak bercerita tentang hal ini. Selain segudang prestasi, umat Islam juga mengalami berbagai macam kemunduran.

Benturan Ikhwan, Salafi dan HT
Secara aqidah, ketiga kelompok ini sama-sama ahlussunnah wal jamaah. Bahkan para petingginya saling berhubungan erat. Kalau ada perbedaan, sebenarnya masalah teknis bekerja di lapangan.

Kalau HT lebih senang memulai dari membangun khilafah, ikhwan lebih suka mulai dari pembinaan pribadi hingga akhirnya baru khilafah. Sedangkan Salafi mungkin lebih sering bicara masalah pemurnian aqidah dan memberantas bid'ah.
Tetapi ketiganya sama-sama memakai Al-Quran yang sama, hadits yang sama, dan bernabi kepada nabi yang sama. Nyaris tidak ada perbedaan mendasar dari ketiganya.
Kalau ada kesan satu sama lain saling berbeda, sebenarnya hanya fenomena di level akar rumput. Boleh jadi masing-masing pendukung 'kesebelasan' terlibat baku hina, baku caci dan baku ejek. Memang perlu disayangkan, sebab seharusnya sikap-sikap tidak dewasa seperti itu tidak perlu terjadi. Selain haram hukumnya, yang malu kita-kita juga kalau ditertawakan oleh barisan orang kafir.
Tetapi apa mau dikata, begitulah barangkali ciri-ciri suporter sebuah kesebelasan. Bisanya hanya saling mencaci dan menabuh genderang. Kalau disuruh main bola yang sesungguhnya, belum tentu bisa.

Logika sederhananya, kalau mau akur dan rukun, ada dua jalur yang perlu dipikirkan.
Pertama, jalur kesadaran dari masing-masing elit kelompok. Para petinggi masing-masing kelompok perlu sering-sering bertemu dan duduk bersama. Semua pihak harus sadar bahwa di level akar rumput memang sudah terjadi hal-hal yang kurang baik. Adalah merupakan tanggung-jawab masing-masing elit kelompok itu untuk meredam, menahan diri dan menertibkan pada pengikutnya.

Kedua, barangkali kesadaran dari elitnya belum muncul, kita bisa berharap dari akar rumput masing-masing. Penyadaran untuk saling akur dan rukun tidak selamanya harus top down, bisa saja bersifat bottom-up. Dari bawah ke atas.
Untuk itu memang perlu sosialisasi tentang kesadaran kerukunan dan berukhuwah, mengurangi perbedaan pandangan yang mengarah kepada perpecahan, bahkan perlu kajian dan analisa tentang dampak negatif dari munculnya keributan antara kelompok.
Kita mungkin belum mampu untuk mengatakan kepada masing-masing kelompok untuk masing-masing membubarkan diri lalu bersatu dalam satu wadah bersama. Tetapi setidaknya kita bisa berharap bahwa masing-masing tetap berjalan beriringan, saling bela, saling hormat, saling sayang, saling melengkapi dan saling bersikap husnudzdzan.
Mungkin tidak ada salahnya, masing-masing kelompok diajak untuk membahas dan merenungi ayat-ayat berikut ini:
“Dan jika ada dua golongan dari orang-orang mukmin berperang maka damaikanlah antara keduanya. Jika salah satu dari kedua golongan itu berbuat aniaya terhadap golongan yang lain maka perangilah golongan yang berbuat aniaya itu sehingga golongan itu kembali kepada perintah Allah; jika golongan itu telah kembali (kepada perintah Allah), maka damaikanlah antara keduanya dengan adil dan berlaku adillah. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berlaku adil.”
(QS. AlHujurat: 8)



“Sesungguhnya orang-orang mukmin adalah bersaudara karena itu damaikanlah antara kedua saudaramu dan bertakwalah kepada Allah supaya kamu mendapat rahmat.”
(QS. AlHujurat: 9)

“Hai orang-orang yang beriman janganlah suatu kaum mengolok-olok kaum yang lain (karena) boleh jadi mereka (yang diolok-olok) lebih baik dari mereka (yang mengolok-olok) dan jangan pula wanita-wanita (mengolok-olok) wanita-wanita lain (karena) boleh jadi wanita-wanita (yang diperolok-olokkan) lebih baik dari wanita (yang mengolok-olok) dan janganlah kamu mencela dirimu sendiri dan janganlah kamu panggil memanggil dengan gelar-gelar yang buruk. Seburuk-buruk panggilan ialah (panggilan) yang buruk sesudah iman dan barang siapa yang tidak bertobat, maka mereka itulah orang-orang yang lalim.”
(QS. AlHujurat: 10)


“Hai orang-orang yang beriman, jauhilah kebanyakan dari prasangka, sesungguhnya sebagian prasangka itu adalah dosa dan janganlah kamu mencari-cari kesalahan orang lain dan janganlah sebahagian kamu menggunjing sebahagian yang lain. Sukakah salah seorang di antara kamu memakan daging saudaranya yang sudah mati? Maka tentulah kamu merasa jijik kepadanya. Dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Penerima tobat lagi Maha Penyayang.”
(QS. AlHujurat: 11)


Semoga Allah SWT menyatukan hati-hati umat Islam dan menghangatkan kemesraan dalam memperjuangkan agama-Nya. Amien
Wassalamu 'alaikum warahmatullahi wabarakatuh,
Ahmad Sarwat, Lc

Download Disini.......

Tuesday, 23 June 2009

Persiapan Finansial Menghambat Pernikahanku…..

Ini adalah kisah tentang seorang pemuda aktivitas dakwah, sebut saja Wawan. Wawan adalah memutuskan untuk menikah dan telah mendapatkan seorang calon istri (sebut saja bernama Wati). Bisa dikatakan bahwa proses untuk mendapatkan calon istri itu dilakukan dengan nyaris sempurna menurut kaca mata syariat. Ia mendapatkan calon istri dari guru ngajinya plus pertimbangan dari teman-temannya sesama aktivis dakwah.

Tibalah saat Wawan melamar gadis pilihannya. Kepada sang calom mertua Wawan menyatakan kemantapan hatinya untuk mempersunting si Wati yang juga seorang aktivis dakwah di kampusnya.

Terjadilah dialog antara Wawan dan kedua orang tua Wati. Sebuah pertanyaan klise yang diajukan kepada Wawan.

“Mas Wawan kan masih kuliah, Wati juga masih kuliah, bagaimana Mas Wawan akan menghidupi keluarga setelah menikah nanti? ” Tanya sang calon mertua.

“Bapak, Ibu, jangan khawatir akan nafkah. Rezeki sudah dijamin Allah! Apalagi kalau kita bertaqwa, maka Allah akan memberikan rezekinya dari arah yang di sangka – sangka. Kita harus menyerahkan hidup kita sepenuhnya kepada Allah SWT.”

Jawaban tersebut secara akidah tidak salah (bahkan 100% benar!). Namun inilah yang justru menjadi permasalahan. Tentu saja bermasalah, orang tua Wati pastilah bukan sedang dalam posisi sebagai seorang dosen akidah yang sedang menguji mahasiswanya.

Mereka tidak sedang dalam keperluan untuk mengetahui pemikiran si calon menantu tentang ketauhidan tentang ketuhanan, negeri akhirat, dan sebagainya. Calon mertua tersebut sedang menanyakan gambaran fisik dan teknik tentang bagaimana sang calon menantu menyelesaikan permasalahan keseharian sebuah keluarga permasalahan finansial.

Dan jawaban sang calon menantu telah menyinggung perasaan! Sebab, calon mertua merasa digurui. “Belum jadi menantu sudah menggurui kayak ustadz saja, apalagi bila telah menjadi menantu kelak!” begitu kira – kira perasaaan yang berkecamuk pada orang tua Wati.

Ketersinggungan atas jawaban Wawan itulah yang akhirnya menjadi sebuah proses untuk mengambil keputusan telak : menolak lamaran Wawan atas Wati.

Tentunya Anda tidak ingin seperti Wawan. Tetapi mungkin juga belum menemukan jawaban yang lebih baik, karena tentu saja dibutuhkan jawaban yang bukan sekedar kata – kata. Dibutuhkan jawaban yang merujuk pada realitas. Apa yang Anda kerjakan nanti sangat dipengaruhi oleh apa yang Anda lakukan dan pikirkan sekarang.


***************
Wawan dalam cerita di atas mungkin beranggapan bahwa tuntutan persiapan financial konkret yang dikehendaki oleh calon mertua akan semakin menunda pernikahannya. Wawan seolah – olah ingin lari dari kenyataan dengan menggunakan jawaban yang sifatnya konsep akidah sebagai tameng.

Memang,ada orang yang menunda – menunda menikah, bahkan sampai cukup berumur, dengan alasan tidak memiliki perkerjaan dan penghasilan yang cukup.

Sementara itu, sebagian yang lain menasehati agar orang seperti ini segera mengakhiri masa lajangnya dan menyalahkan fikrah materialisme yang menjangkiti pikiran sebagai penyebabnya. Seolah – olah telah tertutup seluruh jalan untuk memiliki penghasilan dan pekerjaan yang memadai sebagai sebuah syarat keputusan menikah.

Saya menawarkan cara berpikir yang lain. Bila seseorang berumur 25 tahun dan belum memiliki kesiapan financial untuk menikah, jangan salahkan kesiapan financial sebagai penghambat pernikahan keselahannya terletak pada mengapa sudah usia 25 tahun kok berlum memiliki kesiapan financial ?

“Dan kawinkanlah orang – orang yang sendirian di antara kamu, dan orang – orang yang layak (berkawin) dari hamba-hamba sahayamu yang laki – laki dan hamba sahayamu yang perempuan. Jika mereka miskin Allah akan memampukan mereka dengan karuniaNya. Dan Allah Mahaluas (pemberianNya), lagi Maha Mengetahui. Dan orang – orang yang tidak mampu kawin hendaklah menjaga kesucian (diriNya), sehingga Allah memampukan mereka dengan karuniaNya. ”
(QS. An- Nur ayat 32 - 33)
Pada ayat 32, Allah SWT memerintahkan para pemuda untuk segera menikah. Jika mereka miskin Allah akan memampukan mereka dengan karuniaNya. Ayat ini seharusnya menjadi pemicu semangat para pemuda untuk segera menikah. Walaupun demikian, bukan berarti seseorang boleh menjadikan ayat ini sebagai dasar untuk tidak berusaha melakukan persiapan financial pernikahannya.

Pada ayat berikutnya Allah SWT menunjukkan bahwa di antara hambaNya yang diperintahkan untuk menikah ada yang masih belum mampu untuk melakukannya. Kepada orang yang seperti ini Allah menyuruhnya untuk menjaga kesucian diri hingga Allah memampukan mereka.

Jangan dikira bahwa Allah memampukan seseorang tanpa sebuah proses. Perhatikanlah, Allah memampukan setiap orang untuk berjalan dengan proses pembelajaran melalui berkali – kali, jatuh bangun. Allah memampukan seorang anak berbicara setelah melalui proses pembelajaran panjang dengan berbagai kesalahan yang sering dipandang lucu oleh orang-orang dewasa.

Buku Kecerdasan Finansial

Jadi, jangan berharap akan memperoleh kemampuan menikah begitu saja secara tiba-tiba. Harus melalui proses terlebih dahulu.

“Profesional Itu Tuntunan Islam”

“Dan carilah pada apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu(kebahagian) negeri akhirat, dan janganlah kamu melupakan bagianmu dari (kenikmatan) duniawi

QS. Al- Qoshos(28) ayat : 77

“Jangan melupakan bagianmu dari kenikmatan duniawi” sangat jelas bukan, bahwa Allah menghendaki hamba – Nya yang berislam agar jangan hanya mengharapkan syurga di akhirat kelak. Tapi juga mengambil bagian dari kesejahteraan hidup didunia. Salah satu diantaranya tentu saja soal kecukupan pemilikan materi.

Sementara kita tahu untuk memperoleh materi berkecukupan, diperlukan dukungan ilmu yang memadai. Tanpa ilmu yang produktivitas karya akan rendah. Tanpa produktivitas, maka mustahil akan memperoleh penghasilan yang memadai. Pedagang misalnya. Maka mesti menguasi ilmu dan seni berdagang, sehingga dagangannya bisa laku. Pebisnis juga perlu dukungan ilmu. Tanpa ilmu bisnisnya akan sulit untuk berkembang. Untuk menjadi professional yang ahli dalam bidangnya, tentu mempersyaratkan dukungan penguasaan ilmu yang memadai. Demikian seterusnya untuk jenis pekerjaan apapun. Tanpa dukungan ilmu dan keahlian, maka ummat islam hanya akan menjadi bagian – bagian tidak penting dari roda perputaran ekonomi.

Seperti menjadi buruh di pabrik – pabrik. Tentu saja ilmu dan seni dalam dunia kerja yang dimaksudkan disini tidak selalu identik dengan ilmu yang diperoleh dilingkungan pendidikan formal.

Tentu saja kita mesti mengingatkan diri sendiri agar tidak memahami firman Allah di atas dengan sepotong – sepotong . Spirit untuk meraih kesejahteraan akhirat dan duniawi harus menjadi satu paket. Dan spirit meraih impian kesejahteraan akhirat harus didahulukan, dinomor-satukan. Jangan dibalik – balik menjadi kesejahteraan dunia yan utama, lalu akhirat menjadi nomor dua.

“Maka apabila kamu telah selesai (dari sesuatu urusan), kerjakanlah dengan sungguh – sungguh (urusan yang lain) ”

(QS. Alam Nasyrah (94) ayat : 7)

Tak Akan Tegak Peradaban Tanpa Ilmu


Rosulullah SAW memang lahir dan besar di lingkungan ummiy, yaitu kaum yang tidak bisa membaca dan menghitung. Ini diterangkan oleh Allah SWT dalam firmanNya :

“Dialah yang mengutus seorang Rasul kepada kaum yang buta huruf (ummiy) dari kalangan mereka sendiri, yang membacakan kepada mereka ayat-ayat-Nya, mensucikan jiwa mereka, dan mengajarkan kepada mereka Kitab dan Hikmah(Sunnah), meskipun sebelumnya mereka benar – benar dalam kesesatan yang nyata”
(QS. Al-Jumu’ah[62] ayat 2)

Anjuran Belajar

Adapun kaum ummiy, di mana Rasulullah SAW lahir dan dibesarkan, berbeda dengan Badui. Mereka belum bisa membaca dan menghitung semata – mata karena tinggal di wilayah yang jauh dari peradaban saat itu.

Mereka bodoh semata – mata ketidaktahuannya. Terbukti, setelah mereka memperoleh kesempatan belajar, mereka sungguh – sungguh. Maka, dalam waktu relative singkat mereka mampu membaca, menghitung, menulis, dan menguasahi berbagai disiplin ilmu, termasuk Teknologi.

Rasulullah SAW, ketika menyadari sebagian besar pengikutnya yang masih buta huruf, langsung memerintahkan para sahabat yang bisa baca tulis untuk mengajari sahabat lain yang belum bisa.

Bahkan, beliau memberi tawaran menarik kepada para tawanan perang yang mau guru privat(untuk mengajari baca tulis) kepada kaum muslimin, juga anak – anak yang masih buta huruf. Imbalan mereka adalah pembebasan dari status tawanan.

Inilah revolusi besar yang dilakukan Rasulullah SAW dalam membangun peradaban. Beliau sepenuhnya menjalankan scenario Allah SWT dengan menjadikan perintah membaca(iqra’) sebagai dasar utama membangun peradaban.

Hanya dengan cara membaca(belajar menguasahi ilmu) mereka dapat membuat perubahan. Perubahan dari pemahaman semu dan dangkal kepada pemahaman yang luas dan mendalam. Dari pemikiran mistik penuh takhayyul dan khurafat kepada pemikiran sehat dan rasional yang lebih mengedepankan bukti.

Dari pemikiran taqlid buta dan fanatis, kepada pemikiran yang bebas, independent, dan toleran. Dari pemikiran yang angkuh dan sombong kepada pemikiran kepada tawadhu dan menghargai perbedaan.


Manusia Terhormat

Sebelum manusia diperintahkan untuk menuntut ilmu(belajar). Allah SWT sesungguhnya telah membekali manusia sebuah potensi belajar secara alamiah. Potensi tersebut berupa keingin tahuan mengenai segala sesuatu.

Hasrat untuk mengetahui dan mengenali segala sesuatu yang belum diketahui melahirkan budaya riset, baik yang bersifat coba-coba maupun yang bersifat ilmiah. Hasrat inilah yang kelak melahirkan ilmu pengetahuan dan teknologi yang menjadi soko guru semuah peradaban.

Tak satu pun peradaban manusia bisa tegak kecuali di dalamnya terdapat ilmu. Itulah sebabnya islam memberi penghormatan yang tinggi kepada para ilmuwan dan orang – orang yang sedang menuntut ilmu. Rasulullah SAW bersabda :

“Barangsiapa yang keluar rumah untuk belajar satu bab dari ilmu pengetahuan, maka ia tercatat sebagai mujahid (pejuang) fi sabilillah sampai ia kembali ke rumahnya. ”
(HR. Tirmidzi)

Tak tanggung – tanggung, Allah SWT juga mengangkat derajat mereka yang beriman dan berpengetahuan beberapa level diatas manusia rata-rata, sebagaimana dikatakan dalam al-Qur’an :

….Niscaya Allah akan mengangkat (derajat) orang – orang yang beriman dan orang – orang yang diberi ilmu beberapa derajat.”
(QS. Al-Mujadalah[58] : 11)


Para ilmuan adalah orang – orang yang mampu memberdayakan kemampuan nalar (reasoning power) dalam dirinya. Mereka tidak pernah berhenti bertanya dan berpikir mengenai segala kejadian.

Pada tahun 976 M, seorang ilmuwan besar telah memeras otaknya untuk menemukan cara praktis memuliskan bilangan dalam jumlah besar, sementara saat itu bilangan yang ada cumak angka Romawi. Ilmuwan itu adalah Muhammad bin Ahmad. Dialah yang menemukan angka nol dalam bilangan angka Arab. Dengan penemuan itu, kita tidak akan menemukan kesulitan bila ingin menulis bilangan sebesar apapun.

Penemuan besar itu dikembangkan ilmuwan – ilmuwan Muslim berikutnya. Datanglah Muhammad bin Musa Al-Khawarizmi yang menemukan aljabar, dasar ilmu pasti dan matematika. Dari sinilah berkembang sains dan teknologi yang mengagumkan. Dengan sains dan teknologi itulah akhirnya kita bisa membaca sebagian tanda – tanda kebesaran Allah SWT yang ada di langit dan di bumi.

“Dan diantara tanda-tanda (kebesaran) –Nya ialah penciptaan langit dan bumi, perbedaaan bahasamu dan warna kulitmu. Sungguh, pada yang demikian itu terdapat bukti – bukti bagi orang yang mengetahui”
(QS. Ar-Ruum[30] :22)

Ayat sejenis sangat banyak dijumpai dalam Al-Qur’an. Satu diantaranya adalah :

“Dialah yang menjadikan matahari bersinar dan bulan bercahaya, dan Dialah yang menentukan tempat – tempat orbitnya agar kamu tahu jumlah tahun dan perhitungan(waktu). Tiada Allah menciptakan ini kecuali dengan sebenarnya. (Demikianlah) Dia menjelaskan tanda – tanda (kekuasaan)Nya bagi orang – orang yang mengetahui”
(QS. Yunus[10] : 5)

Jika kita ingin kembali membangun peradaban Islam yang agung diabad ini, jalan satu-satunya adalah kembali ke iqra’ (bacalah!). Gairahkan kembali semangat dan budaya belajar, lahirkan cendikiawan sebanyak – banyaknya, hargai para ilmuwan, terutama ulama dan fugaha, dan tunggu hasilnya, isnyaAllah Islam kembali Jaya !


Oleh Hamim Thohari (Sekretaris Dewan Syura Hidayatullah)

Wallahu a’lam Bisahawab

Adab – adab Mencari Ilmu

***** Ikhlas *****
Sabda Rosulullah SAW, “Sesungguhnya segala perbuatan itu tergantung niatnya….”(Riwayat Bukhari)

Imam Nawawi menyatakan, para ulama memiliki kebiasaan menulis Hadist ini di awal pembahasan, guna mengangatkan para pencari ilmu agar meluruskan niat mereka sebelum menelaah kitab.

*****Mengutamakan Yang Wajib*****
Hendaknya penuntut ilmu mengutamakan ilmu yang hukumnya fardhu a’in untuk dipelajari terlebih dahulu, semisal masalah akidah, halal – haram, dan kewajiban yang dibebankan kepada Muslim, maupun larangannya.

Setelah mempelajari yang fardhu a’in, boleh mempelajari ilmu-ilmu yang fardhu kifayah, seperti menghafal Al-Quran dan Hadist, Nahwu, Ushul Fiqih, yang bersifat sunnah, seperti salah satu cabang ilmu secara mendalam.

*****Meninggalkan Yang Tidak Bermanfaat*****
Tidak semua ilmu boleh dipelajari, karena ada ilmu- ilmu yang tidak bermanfaat. Bahkan ada ilmu yang bisa menjerumuskan orang yang mempelajarinya kepada keburukan, misalnya ilmu sihir. Sebab, bisa menjadi jalan menuju kekufuran.

*****Menghormati Ulama*****
Rasulullah SAW bersabda, “Barangsiapa menyakiti waliku, maka Aku telah mengumandangkan perang kepadanya” (HR. Bukhari)

Imam Syafi’i dan Abu Hanifah menafsirkan yang dimaksud wali dalam Hadist itu adalah para ulama. Sehingga jangan sampai seorang penuntut ilmu melecehkan mereka, karena perbuatan itu mengundang murka Allah SWT.

*****Tidak Malu*****
Sifat malu dan gengsi bisa menjadi penghalang seseorang untuk memperoleh ilmu. Karena itu, para ulama menasihati agar kedua sifat itu ditinggalkan, hingga pengetahuan yang bermanfaat bisa di dapat.

*****Memanfaatkan Waktu*****
Hendaknya pencari ilmu tidak menyia-nyiakan waktu hingga terlewatkan kesempatan belajar. Ulama besar seperti Imam Bukhari, bisa dijadikan contoh dalam hal ini. Diriwayatkan bahwa beliau menyalakan lentera lebih dari 20 kali dalam semalam untuk menyalin Hadist yang telah beliau peroleh. Artinya, beliau amat menghargai waktu, malam hari pun tidak beliau lewatkan kecuali untuk menimba ilmu.

*****Bermujahadah*****
Para ulama terdahulu tidak bersantai-santai dalam mencari ilmu. Tentu, kalau seorang Muslim menginginkan memiliki ilmu sebagaimana ilmu yang mereka miliki, maka harus bersungguh-sungguh, seperti kesungguhan yang telah mereka lakukan.

Ada yang mengatakan kepada Imam Ahmad saat beliau terlihat tidak kenal lelah dalam mencari ilmu, “Apakah engkau tidak Istirahat?” Beliau hanya mengatakan, “Istirahat hanya di Surga”

*****Menghidari Maksiat*****
Bagi para pencari ilmu, nasihat Imam Al-Waqi’ kepada Imam As Syafi’i mengenai sulitnya menghafal amatlah berharga. Imam Al – Waqi’ menjelaskan bahwa ilmu adalah cahaya dari Allah SWT, sehingga tidak akan pernah bersatu dengan jiwa yang suka bermaksiat.

*****Mengamalkan Ilmu****
Setiap ilmu yang dipelajari harus diamalkan. Para pencari ilmu hendaklah bersegerah mengamalkan apa yang telah is ketahui dan pahami, jika hal itu berkenaan dengan amalan – amalan yang bisa segera dikerjakan. Ali bin Abi Thalib Ra. Mengatakan , “Wahai pembawa ilmu, beramallah dengan ilmu itu, barangsiapa yang sesuai antara ilmu dan amalannya, maka mereka akan selalu lurus” (Riwayat Ad Darimi.)

****Thoriq/ Suara Hidayatullah

Doa Kita Pasti Dikabulkan Allah SWT Asal….

Allah akan mengabulkan doa kita tapi harus memenuhi persyaratan. Dalam Al-Qur’an ditegaskan :
“Maka hendaklah mereka memenuhi (segala perintah-Ku) dan hendaklah mereka beriman kepada-Ku, agar mereka selalu berada dalam kebenaran.”
(QS. Al Baqarah (2) ayat : 186)

Jadi, Doa yang dikabulkan dalam ayat tersebut adalah apabila didukung oleh ketaatan dalam melaksanakan segala perintah Allah dan keimanan yang benar kepadaNya serta persyaratan lainnya yang akan diuraikan dalam bab yang akan dating. Dengan proses tersebut, maka tidak ada lagi pertanyaan sebagaimana halnya tersebut di atas.

Pada hakikatnya Allah sangat menyukai setiap doa yang dipanjatkan hambaNya. Perihal dikabulkan didunia atau ditunda sebagai tabungan diakhirat, semata – mata mutlak hak Allah Swt. Dalam hal ini, Abu Sa’id Al-Khudri Ra. Menjelaskan, bahwa Rasulullah Saw. Telah bersabda :

“Tidak ada seorang muslim pun yang memanjatkan doa yang tidak disertai dengan perbuatan maksiat dan memutuskan tali kasih sayang persaudaraan kecuali Allah akan memberikan kepadanya salah satu dari tiga hal : boleh jadi doanya dikabulkan dengan segera di dunia, boleh jadi ditunda sebagai tabungan di akhirat, dan boleh jadi sebagai penolak kejelekan yang akan menimpa dirinya.” “Para sahabat bertanya, Adakah kami harus memperbanyak doa, wahai Rasulullah?” Jawab Rasulullah, “Allah sangat mencintai orang yang memperbanyak berdoa.”

Pada hakikatnya Allah akan mengabulkan doa bila Dia menghendaki, sebagaimana ditegaskan dalam firman-Nya :

“(Tidak), tetapi hanya Dialah yang kemu seru, maka Dia menghendaki, dan kami tinggalkan sembahan – sembahan yang kamu sekutukan (dengan Allah)”
(QS. Al-An’am (6): 41)
Sahabat Sa’ad bin Abi Waqqash Ra. Mengatakan :

“Pada suatu hari Rasulullah pulang dari daerah pegunungan yang berada di Madinah. Beliau melewati sebuah masjid Bani Mu’awiyah, kemudian masuk ke dalamnya dam melakukan shalat sunnah 2 rakaat. Kami para sahabat ikut pula melakukan shalat sunnah Rasulullah. Setelah itu, Rasulullah berdoa kepada Allah dengan doa yang sangat panjang, lalu menghadap kepada kami, seraya bersabda “Aku telah berdoa kepada Allah tentang 3 hal, namun hanya 2 yang dikabulkan, sementara 1 yang tidak dikabulkan oleh Allah: Aku memohon kepada Allah agar umatku jangan dihancurkan dengan datangnya peceklik, kemudian dikabulkan Allah. Aku memohon kepada Allah agar umatku tidak dikalahkan oleh musuh, kemudian dikabulkan oleh Allah. Aku memohon kepada Allah agar diantara umatku jangan sampai terjadi perselisihan dan beda pendapat, kemudian yang satu ini tidak dikabulkan Allah”

(HR. Muslim, Abu Dawud, dan Tirmidzi dari Sa’ad bin Abi Waqqash Ra.)

Hal yang perlu diperhatikan adalah bahwa setiap orang yang mengharapkan sesuatu, maka harapannya itu harus memenuhi 3 hal sebagai berikut :
1.Ia harus mencintai siapa yang diharapkan itu
2.Ada perasaan khawatir, cemas kalau harapan itu tidak berhasil dicapai
3.Berusaha untuk mencapai harapan tersebut sesuai dengan kapasitas diri dan kemampuannya (Realistis).

http://rapidshare.com/files/247605407/Doa_Kita_Pasti_Dikabulkan_Allah_Asal.doc.html

Doa Kita Pasti Dikabulkan Allah SWT Asal….

Allah akan mengabulkan doa kita tapi harus memenuhi persyaratan. Dalam Al-Qur’an ditegaskan :
“Maka hendaklah mereka memenuhi (segala perintah-Ku) dan hendaklah mereka beriman kepada-Ku, agar mereka selalu berada dalam kebenaran.”
(QS. Al Baqarah (2) ayat : 186)

Jadi, Doa yang dikabulkan dalam ayat tersebut adalah apabila didukung oleh ketaatan dalam melaksanakan segala perintah Allah dan keimanan yang benar kepadaNya serta persyaratan lainnya yang akan diuraikan dalam bab yang akan dating. Dengan proses tersebut, maka tidak ada lagi pertanyaan sebagaimana halnya tersebut di atas.

Pada hakikatnya Allah sangat menyukai setiap doa yang dipanjatkan hambaNya. Perihal dikabulkan didunia atau ditunda sebagai tabungan diakhirat, semata – mata mutlak hak Allah Swt. Dalam hal ini, Abu Sa’id Al-Khudri Ra. Menjelaskan, bahwa Rasulullah Saw. Telah bersabda :

“Tidak ada seorang muslim pun yang memanjatkan doa yang tidak disertai dengan perbuatan maksiat dan memutuskan tali kasih sayang persaudaraan kecuali Allah akan memberikan kepadanya salah satu dari tiga hal : boleh jadi doanya dikabulkan dengan segera di dunia, boleh jadi ditunda sebagai tabungan di akhirat, dan boleh jadi sebagai penolak kejelekan yang akan menimpa dirinya.” “Para sahabat bertanya, Adakah kami harus memperbanyak doa, wahai Rasulullah?” Jawab Rasulullah, “Allah sangat mencintai orang yang memperbanyak berdoa.”

Pada hakikatnya Allah akan mengabulkan doa bila Dia menghendaki, sebagaimana ditegaskan dalam firman-Nya :

“(Tidak), tetapi hanya Dialah yang kemu seru, maka Dia menghendaki, dan kami tinggalkan sembahan – sembahan yang kamu sekutukan (dengan Allah)”
(QS. Al-An’am (6): 41)
Sahabat Sa’ad bin Abi Waqqash Ra. Mengatakan :

“Pada suatu hari Rasulullah pulang dari daerah pegunungan yang berada di Madinah. Beliau melewati sebuah masjid Bani Mu’awiyah, kemudian masuk ke dalamnya dam melakukan shalat sunnah 2 rakaat. Kami para sahabat ikut pula melakukan shalat sunnah Rasulullah. Setelah itu, Rasulullah berdoa kepada Allah dengan doa yang sangat panjang, lalu menghadap kepada kami, seraya bersabda “Aku telah berdoa kepada Allah tentang 3 hal, namun hanya 2 yang dikabulkan, sementara 1 yang tidak dikabulkan oleh Allah: Aku memohon kepada Allah agar umatku jangan dihancurkan dengan datangnya peceklik, kemudian dikabulkan Allah. Aku memohon kepada Allah agar umatku tidak dikalahkan oleh musuh, kemudian dikabulkan oleh Allah. Aku memohon kepada Allah agar diantara umatku jangan sampai terjadi perselisihan dan beda pendapat, kemudian yang satu ini tidak dikabulkan Allah”

(HR. Muslim, Abu Dawud, dan Tirmidzi dari Sa’ad bin Abi Waqqash Ra.)

Hal yang perlu diperhatikan adalah bahwa setiap orang yang mengharapkan sesuatu, maka harapannya itu harus memenuhi 3 hal sebagai berikut :
1.Ia harus mencintai siapa yang diharapkan itu
2.Ada perasaan khawatir, cemas kalau harapan itu tidak berhasil dicapai
3.Berusaha untuk mencapai harapan tersebut sesuai dengan kapasitas diri dan kemampuannya (Realistis).

http://rapidshare.com/files/247605407/Doa_Kita_Pasti_Dikabulkan_Allah_Asal.doc.html

Tuesday, 16 June 2009

Bila Doamu tak Kunjung Dikabul, Maka Introspeksi Kedalam donk.....(1)

Doa adalah permohonan kepada Allah yang disertai dengan kerendahan hati, kekhusyukan, dan keyakinan yang baik untuk mendapatkan suatu kebaikan, keselamatan, keberkahan dan keutamaan yang ada disisi Allah Azza wa Jalla.

Seiring dengan perkembangan zaman, lebih – lebih pada saat manusia dihadapkan pada situasi dan kondisi yang serba sulit, tidak sedikit orang yang memilih jalan pintas untuk mendapatkan jalan keluar, kekuatan diatas kemampuan dirinya agar dengan mudah meraih segala harapan dan impian serta terlepas dari ujian hidup dan kehidupan. Mereka meminta kepada tuhan – tuhan yang lain selain Allah ash Shamad. Bahkan, pengagungan mereka terhadap Allah yang telah menciptakannya dan tidak pernah berhenti memberikan kenikmatan kepada seluruh makhluk-Nya.

Sungguh sangat ironis sekali, orang yang mengaku beriman kepada Allah, namun dalam praktiknya ia meminta dan memohon kepada selain Allah, bahkan disadari ataupun tidak mereka telah melakukaan kesesatan yang teramat jauh pentunjuk- Nya.

Seseorang tidak akan mampu melaksanakan ketaatan, berkata benar, berlindung, dan berdoa kepada Allah dengan sempurna, kecuali dengan landasan keimanan dan ketaqwaan. Sebagaimana diisyaratkan dalam firman-Nya :


“Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kamu kepada Allah dan Katakanlah Perkataan yang benar, Niscaya Allah memperbaiki bagimu amalan-amalanmu dan mengampuni bagimu dosa-dosamu. dan Barangsiapa mentaati Allah dan Rasul-Nya, Maka Sesungguhnya ia telah mendapat kemenangan yang besar.”
(QS. Al Ahzab (33) ayat 70 - 71)

Bermula dari keimanan inilah, seluruh aktivitas hidup dan kehidupan manusia senantiasa bertaburan dengan do’a. sebagaimana aktivitas Rasulullah Muhammad saw. Dari bangun tidur hingga tidur lagi senantiasa diiringi dengan berdoa kepada Allah swt.

Hati seseorang yang beriman hendaklah selalu terang dengan cahaya Allah dan senantiasa disinari dengan dzikrullah serta doa. Seluruh eksistensi diri tunduk dan patuh dengan ajaran – ajaran Rabbnya. Pribadi yang seperti ini bagaikan “masjid” karena ia menjadi wadah dzikrullah, dimakmurkan dengan bacaan dan amalan al – Quran, ditegakkan dengan hokum – hukum Allah, dan dihiasi dengan taburan doa - doa. Pribadi seperti inilah yang bakal mendapat penjagaan dan pemeliharaan dari Allah sehingga terhindar dari berbagai godaan duniawi, manusia, setan, dan hawa nafsu. Sebaliknya, hati yang didalamnya tidak digunakan untuk berdzikir kepada Allah, membaca dan mengamalkan al – Quran serta sepi dari alunan doa – doa, maka inilah pribadi yang rapuh. Didalamnya penuh dengan bisikan – bisikan mata hati penghuninya dari cahaya kebenaran dan keselamatan.

Doa adalah senjata seorang beriman………bersambung insyaAllah.


Bila Doamu tak Kunjung Dikabul, Maka Introspeksi Kedalam donk..... (2)

Bila Doamu tak Kunjung Dikabul, Maka Introspeksi Kedalam donk..... (2)

Karakteristik orang beriman

Doa adalah senjata seorang beriman. Sebagaimana diriwayatkan oleh al –Hakim dalam kitab shahihnya yang berasal dari Ali bin Abi Thalib ra. Rasulullah bersabda :

“Doa adalah senjata orang mukmin, tiang agama, dan cahaya langit dan bumi. ”

Karakteristik orang beriman sebagaimana termaktub dalam al – Qur’an Al-Furqan(25) ayat : 63-68


“Dan hamba-hamba Tuhan yang Maha Penyayang itu (ialah) orang-orang yang berjalan di atas bumi dengan rendah hati dan apabila orang-orang jahil menyapa mereka, mereka mengucapkan kata-kata (yang mengandung) keselamatan. Dan orang yang melalui malam hari dengan bersujud dan berdiri untuk Tuhan mereka. Dan orang-orang yang berkata: "Ya Tuhan Kami, jauhkan azab Jahannam dari Kami, Sesungguhnya azabnya itu adalah kebinasaan yang kekal". Sesungguhnya Jahannam itu seburuk-buruk tempat menetap dan tempat kediaman.Dan orang-orang yang apabila membelanjakan (harta), mereka tidak berlebihan, dan tidak (pula) kikir, dan adalah (pembelanjaan itu) di tengah-tengah antara yang demikian.Dan orang-orang yang tidak menyembah Tuhan yang lain beserta Allah dan tidak membunuh jiwa yang diharamkan Allah (membunuhnya) kecuali dengan (alasan) yang benar, dan tidak berzina, barang siapa yang melakukan yang demikian itu, niscaya Dia mendapat (pembalasan) dosa(nya)”
(Al-Furqan(25) ayat : 63-68)


“Dan orang-orang yang tidak memberikan persaksian palsu, dan apabila mereka bertemu dengan (orang-orang) yang mengerjakan perbuatan-perbuatan yang tidak berfaedah, mereka lalui (saja) dengan menjaga kehormatan dirinya. Dan orang-orang yang apabila diberi peringatan dengan ayat- ayat Tuhan mereka, mereka tidaklah menghadapinya sebagai orang- orang yang tuli dan buta. Dan orang orang yang berkata: "Ya Tuhan Kami, anugrahkanlah kepada Kami isteri-isteri Kami dan keturunan Kami sebagai penyenang hati (Kami), dan Jadikanlah Kami imam bagi orang-orang yang bertakwa. Mereka Itulah orang yang dibalasi dengan martabat yang Tinggi (dalam syurga) karena kesabaran mereka dan mereka disambut dengan penghormatan dan Ucapan selamat di dalamnya,”
(Al-Furqan(25) ayat : 72-75)



Adapun sifat orang – orang beriman yang terpenting sebagaimana diilustrasikan dalam al quran surat Al Furqan ayat 63 – 68 dan (Al-Furqan(25) ayat : 72-75), diantaranya adalah :

1. Mereka Berjalan di Muka Bumi dengan Rendah Hati
Cara mereka berjalan dengan sederhana, tidak terlalu cepat dan tidak terlalu lambat, dan tidak dibuat – buat. Sifat sederhana seperti itu termasuk akhlaq kenabian, sebagaimana sabda Rasulullah Saw. Berikut :

“Wahai segenap manusia, hendaklah kalian tetap tenang, karena kebaikan itu tidak terletak pada berjalan cepat”


2. Di waktu Malam Mereka Selalu Beribadah kepada Allah

“Sesungguhnya orang-orang yang bertaqwa itu berada dalam taman-taman (syurga) dan mata air-mata air, Sambil menerima segala pemberian Rabb mereka. Sesungguhnya mereka sebelum itu di dunia adalah orang-orang yang berbuat kebaikan. Di dunia mereka sedikit sekali tidur diwaktu malam. Dan selalu memohonkan ampunan diwaktu pagi sebelum fajar.”
( Qs. Adz – Dzaariyaat (51) ayat : 15 – 18 )

“Sesungguhnya orang yang benar benar percaya kepada ayat ayat Kami adalah mereka yang apabila diperingatkan dengan ayat ayat itu mereka segera bersujud seraya bertasbih dan memuji Rabbnya, dan lagi pula mereka tidaklah sombong. Lambung mereka jauh dari tempat tidurnya dan mereka selalu berdoa kepada Rabbnya dengan penuh rasa takut dan harap, serta mereka menafkahkan apa apa rezki yang Kami berikan.”
(Qs. As – Sajdah (32) ayat : 15 -16)

Maksud dari “Lambung mereka jauh dari tempat tidurnya” adalah mereka tidak tidur pada waktu biasanya orang tidur untuk mengerjakan shalat malam dan berdoa kepada Tuhannya dengan rasa takut dan cemas.

Ibnu ‘Abbas Ra. Berkata “barangsiapa mengerjakan shalat dua rakaat atau lebih sesudah isya’, maka ia di malam itu sama dengan bersujud dan berdiri untuk Allah”

3. Membelanjakan Harta dengan Tidak Berlebih – lebihan

An-Nuhas berkata, “Orang yang membelanjakan hartanya pada selain untuk ketaatan kepada Allah, adalah berlebihan.”

Sebaik – baik orang adalah orang yang mengkonsumsi makanan dan minuman bukan untuk memuaskan selera lidahnya dan mengenakan pakaian bukan untuk membanggakan diri. Ia makan dan minum hanya sekadar untuk menghilangkan rasa lapar dan dahaga agar dapat menguatkan dirinya dalam beribadah kepada Allah Swt. dengan baik. Ia mengenakan pakaian sekadar untuk menutupi aurat dan menjaga tubuh dari sengatan terik matahari dan dingin yang menusuk.

Amirul mukminin, Umar bin Khatthab Ra. Berkata, “Cukuplah seseorang dikatakan berlebih – lebihan jika setiap menginginkan sesuatu lalu ia membelinya kemudian memakannya.”

Pernyataan Sayyidina Umar ini relevan dengan sabda Nabi Saw berikut :

“Termasuk berlebih – lebihan jika kamu memakan semua apa saja yang kamu sukai” (HR. Ibnu Majah dari Anas Bin Malik Ra.)



4. Hanya menyembah Allah
5. Tidak memberikan Kesaksian Palsu dan senantiasa Menjaga Kehormatan Diri dari sesuatu yang tidak bermanfaat

Tidak selayaknya orang yang beriman suka berkata dusta, memberikan kesaksian palsu, dan menjadi sumber dalam hal – hal yang tidak berguna bagi dirinya dan orang lain.

6. Senantiasa Berdoa dan Bersabar

Orang yang beriman tidak mengenal putus asa jika mereka menengadakan tangannya memohon kepada Allah, mereka meyakini bahwa Allah tidak akan menyia- nyiakan kesungguhan hati mereka dalam memanjatkan doa – doanya. Kebaikan dan pertolongan-Nya akan tiba secara berkala, kasih saying dan perhatianNya akan tertuang tanpa batas, permberian dan pengabulanNya akan segera turun sebelum lisan terkatup dari kalimat doa.

Mereka tidak sedikit pun merasa khawatir, kalau ia mengetuk pintu lalu tidak dibuka. Pintu Allah tidak akan pernah tertutup bagi orang yang beriman. Kalau is menyinggahinya pastilah disambut olehNya, bukan mengetuk pasti dibukakanNya. Demikian sebuah kualitas keimanan yang bersemayam di dalam lubuk hatinya, menyinari seluruh perilakunya. Mereka selalu tanggap dalam memposisikan dirinya di hadapan Allah Swt. Sebagaimana firmanNya dalam hadist Qudsi berikut :

“ Siapa saja datang kepadaKu agak sejengkal, Ku-hampiri ia sehasta. Kalau datangnya sehasta, Ku-datangi ia sedepa. Kalau datangnya dengan berjalan, Ku- sambut ia dengan berlari”

Betapa mesra gambaran hadist diatas, sungguhan dari suatu adegan nyata tergambar jelas, susunan katanya sederhana tetapi kedalaman maknanya tiada terhingga. Inilah yang selalu memotivasi orang yang beriman untuk senantiasa berdoa dan bersabar bersamaNya. Allah Swt berfirman :

“Wahai orang – orang yang beriman, bersabarlah kamu dan kuatkanlah kesabaran dan tetaplah bersiap siaga (diperbatasan negerimu) dan bertaqwalah kepada Allah, supaya kamu beruntung.”
(QS. Ali Imran(3) ayat : 200)
Ada tiga kategori sabar yang kita kenal, yaitu : sabar dalam menjalankan segala perintahNya, sabar dalam menjauhi segala laranganNya, dan sabar dalam menerima segala macam ujianNya. Dengan demikian, kesabaran menjadi sumber segala kabaikan dan keselamatan bagi orang yang beriman di dunia dan di akhirat.

7. Meraih Kebahagian di dunia dan di akhirat

“yaitu mereka yang beriman kepada yang ghaib, yang mendirikan shalat, dan menafkahkan sebahagian rezeki yang Kami anugerahkan kepada mereka. Dan mereka yang beriman kepada kitab (Al Qur’an) yang telah diturunkan sebelummu,serta mereka yakin akan adanya (kehidupan) akhirat. Mereka itulah yang tetap mendapat petunjuk dari Tuhan mereka, dan merekalah orang – orang yang beruntung.”
(QS. Al – baqarah(2) ayat 3-5)

Dari ayat di atas dapat kita simpulkan bahwa kriteria orang yang beriman ialah :

a) Beriman kepada yang Ghaib
Iman ialah kepercayaan yang teguh yang disertai dengan ketundukan dan penyerahan jiwa. Tanda – tanda adanya iman ialah mengerjakan apa yang dikehendaki oleh iman itu. Dan, yang ghaib ialah yang tak dapat ditangkap oleh pancaindra. Percaya kepada yang ghaib yaitu, mengiktikadkan adanya sesuatu yang maujud yang tidak dapat ditangkap oleh pancaindra, karena ada dalil yang menunjukkan kapada adanya, seperti : adanya Allah, malaikat – malaikat, hari kiamat, dan sebagainya.

b) Mendirikan shalat
Mendirikan shalat ialah menunaikannya dengan teratur, dengan melengkapi syarat – syarat, rukun – rukun, dan adab – adab yang khusus, baik yang lahir ataupun yang batin, seperti khusyuk, thuma’ninah memperhatikan apa yang dibaca, dsb.

c) Menafkahkan sebagian rezeki.
Rezeki adalah segala sesuatu yang dapat diambil manfaatnya. Menafkahkan sebagian rezeki, ialah memberikan sebagian dari harta yang telah direzekikan oleh Allah Swt. Kepada orang – orang yang diisyaratkan oleh agama untuk memberinya, seperti orang – orang fakir, miskin, kaum kerabat, anak – anak yatim dll.

d) Beriman kepada kitab – kitab Allah

e) Meyakini Akan Adanya Kehidupan Akhirat.

http://www.ziddu.com/download/5208942/utakKunjungDikabulMakaIntrospeksiKedalamdonk......doc.html


Bolehkan Merayakan Hari Ulang Tahun ???

Assalamu `alaikum warahmatullahi wabarakatuh,

Perayaan ulang tahun atas kelahiran seseorang atau suatu organisasi tertentu tidak pernah diperintahkan oleh Rasulullah SAW. Karena itu bila dilakukan, tidak bernilai ibadah.
Cukup banyak ulama tidak menyetujui perayaan ulang tahun yang diadakan tiap tahun. Tentu mereka datang dengan dalil dan hujjah yang kuat. Di antara alasan penolakan mereka terhadap perayaan ulang tahun antara lain:
1. Ulang tahun bila sampai menjadi keharusan untuk dirayakan dianggap sebuah bid'ah. Sebab Rasulullah SAW belum pernah memerintahkannya, bahkan meski sekedar mengisyaratkannya pun tidak pernah. Sehingga bila seorang muslim sampai merasa bahwa perayaan hari ulang tahun itu sebagai sebuah kewajiban, masuklah dia dalam kategori pembuat bid'ah.
2. Ulang tahun adalah produk Barat/ non muslim
Selain itu, kita tahu persis bahwa perayaan uang tahun itu diimpor begitu saja dari barat yang nota bene bukan beragama Islam. Sedangkan sebagai muslim, sebenarnya kita punya kedudukan yang jauh lebih tinggi. Bukan pada tempatnya sebagai bangsa muslim, malah mengekor Barat dalam masalah tata kehidupan.
Seolah pola hidup dan kebiasaan orang Barat itu mau tidak mau harus dikerjakan oleh kita yang muslim ini. Kalau sampai demikian, sebenarnya jiwa kita ini sudah terjajah tanpa kita sadari. Buktinya, life style mereka sampai mendarah daging di otak kita, sampai-sampai banyak di antara kita mereka kurang sreg kalau pada hari ulang tahun anaknya tidak merayakannya. Meski hanya sekedar dengan ucapan selamat ulang tahun.
3. Apakah Manfaat Merayakan Ulang Tahun?
Selain itu perlu juga kita renungkan sebagai muslim, apakah tujuan dan manfaat sebenarnya bisa kitadapat dari perayaan ini? Adakah nilai-nilai positif di dalamnya? Ataukah sekedar meneruskan sebuah tradisi yang tidak ada landasannya? Apakah ada di antara tujuan yang ingin dicapai itu sesuatu yang penting dalam hidup ini? Atau sekedar penghamburan uang?
Pertanyaan berikutnya,adakah sesuatu yang menambah iman, ilmu atau amal? Atau menambah manfaat baik pribadi, sosial atau lainnya? Pertanyaan berikutnya dan ini akan menjadi sangat penting, adakah dalam pelaksanaan acara seperti itu maksiat dan dosa yang dilanggar?
Yang terkahir namun tetap penting, bila ternyata semua jawaban di atas positif, dan acara seperti itu menjadi tradisi, apakah tidak akan menimbulkan salah paham pada generasi berikut seolah-olah acara seperti ini ‘harus’ dilakukan? Hal ini seperti yang terjadi pada upacara peringat hari besar Islam baik itu kelahiran, isra` mi`raj dan sebagainya.
Jangan sampai dikemudian hari, lahir generasi yang menganggap perayaan ulang tahun adalah ‘sesuatu’ yang harus terlaksana. Bila memang demikian, bukankah kita telah kehilangan makna?
Kalau menimbang-nimbang pernyataan di atas, ada baiknya kita yang sudah terlanjur merayakan ulang tahun buat anak atau bahkan untuk diri kita sendiri melakukan evaluasi besar.
Sebaliknya, mungkin ada baiknya pemikiran yang disampaikan oleh Dr. Yusuf Al-Qradawi tentang ulang tahun untuk anak. Misalnya, pada saat anak itu berusia 7 tahun, tidak ada salahnya kita ajak dia untuk menyampaikan pesan-pesan dalam acara khusus tentang keadaannya yang kini menginjak usia 7 tahun. Di mana Rasulullah SAW telah memerintahkan kepada para orang tua untuk menyuruh anaknya shalat di usia itu.
Bolehlah dibuat acara khusus untuk penyampaian pesan ini, agar terasa ada kesan tertentu di dalam diri si anak. Bahwa sejak hari itu, dirinya telah mendapatkan sebuah tugas resmi, yaitu diperintahkan untuk shalat.
Nanti di usia 10 tahun, hal yang sama boleh dilakukan lagi, yaitu sebagaimana perintah Rasulullah SAW untuk menambah atau menguatkan lagi perintah shalat. Kali ini dengan ancaman pukulan bila masih saja malas melakukan shalat. Bolehlah diadakan suatu acara khusus di mana inti acaranya menetapkan bahwa si anak hari ini sudah berusia 10 tahun, di mana Rasulullah SAW membolehkan orang tua memukul anaknya bila tidak mau shalat.
Kira-kira usia 15 tahun lebih kurangnya, ketika anak pertama kali baligh, boleh juga diadakan acara lagi. Kali ini orang tua menegaskan bahwa anak sudah termasuk mukallaf, sehingga semua hitungan amalnya baik dan buruk sejak hari itu akan mulai dicatat. Bolehlah pada hari itu orang tua membuat acara khusus yang intinya menyampaikan pesan-pesan ini.
Jadi bukan tiap tahun bikin pesta undang teman-teman, lalu tiup lilin, potong kue, bernyanyi-nyanyi, memberi kado. Pola seperti ini sama sekali tidak diajarkan di dalam agama kita dan cenderung tidak ada manfaatnya, bahkan kalau mau jujur, justru merupakan cerminan dari sebuah mentalitas bangsa terjajah yang rela mengekor pada tradisi bangsa lain.
Bukankah Islam itu tinggi dan tidak ada yang lebih tinggi dari padanya? Lalu mengapa kita bangsa Islam ini harus mengekor pada tradisi bangsa lain yang jauh lebih rendah?
Mungkin jawabannya yang paling jujur adalah...istafti qalbak.... Mintalah fawa kepada hati nuranimu...

Wssalamu `alaikum warahmatullahi wabarakatuh,

Ahmad Sarwat, Lc